Mengirim Paket ke Swedia

Kemarin malam, seperti biasa kami video chat dengan Ucok. Setelah hampir dua minggu, akhirnya paket yang saya kirimkan sampai juga ke tangannya!

Saya mengirimkan paket tanggal 22 Februari melalui La Poste dengan Colissimo Europe. Jangan hitung harganya! Jelas tak sepadan dengan isi paket yang cuma Pop Mie dan teh Tongtji, itu. Dengan harga mie dan teh standar eropa sekalipun! Apalagi kalau dihitungnya dengan harga Indonesia... Hadeuhhh... 🤑


Seharusnya Colissimo standar bisa sampai tujuan dalam 3-5 hari. Namun petugas pos yang memvalidasi paket saya mengatakan kalau selama pandemi, paket agak terlambat. Harus memperhitungkan satu minggu untuk paket bisa sampai ke Swedia... Baiklah... Untung saja saya tak jadi memasukkan tempe bacem ke dalamnya!... 😋

Dari awal, perjalanan paket sudah cukup menegangkan. Tanggal 25, saat di-track, status menyatakan bahwa paket sudah sampai di negara tujuan. Namun negara tujuan yang dicantumkan adalah Pays Bas! Belanda! Salah alamatkah? Atau memang harus transit di sana dulu? Entahlah... Yang jelas lega, saat kemudian paket kembali dinyatakan sampai di negara tujuan dengan negara-nya Denmark!

Ya, Denmark. Denmark memang masih belum Swedia. Tapi paling tidak ada berbatasan langsung. Kemungkinkan tidak nyasarnya lebih besar... #positivethinking

Namun ternyata malah sampai dari Jum'at itu tidak ada kabar juga hingga Senin. Memang mungkin dari Denmark harus ke Swedia dulu. Mungkin ke Stockholm? Atau Malmo? Tidak mungkin langsung ke Visby juga... Karenanya ya saya tenang-tenang saja...

Entah kenapa Selasa saya tidak mengecek tracking paket seharian. Tahu-tahu hari Rabu, sudah tercantum status yang cukup tidak jelas. Ada tiga status. Yang pertama "paket sudah siap untuk diantar". Yang ke dua "paket menunggu untuk diambil". Yang ke tiga "anda akan menerima notifikasi jika paket siap". Wah, apa maksudnya, ini?...

Lekas saya kontak Ucok. Rupanya dia di kampus seharian, Selasa itu. Saya minta dia untuk mengecek kotak surat, apakah ada avis de passage, tanda bahwa pengantar paket ke rumah tapi tak ada yang bisa menerima paketnya...

Ternyata untuk mengecek surat, Ucok harus mengontak pemilik rumah. Kunci kotak surat dipegang oleh pemilik rumah. Anak-anak kos tidak memilikinya. Ribet juga... Walhasil, butuh waktu untuk Ucok akhirnya bisa mengakses kotak surat untuk mendapati bahwa tidak ada avis de passage!...

Ucok sempat mencoba ke kantor pos terdekat. Menanyakan apakah bisa mengambil paket di sana. Namun diberitahukan bahwa dia harus ke pusat pengambilan paket. Tidak seperti di Prancis yang saat penerima paket tidak ada di rumah paket akan disimpan di kantor pos terdekat untuk memudahkan pengambilan. Di Swedia, euh, atau mungkin di Visby saja? Yah, untuk kasus Ucok lah... Untuk kasus Ucok, semua paket dipusatkan di satu tempat saja.Kebetulan agak jauh dari kota. Sekitar 2,5 km tanpa transportasi umum yang lancar...

Singkat cerita, karena kesibukan perkuliahannya, Ucok baru bisa mengambil paket hari Sabtu yang lalu. Dari pengalaman ini diketahui bahwa untuk paket yang tidak langsung diantar ke tujuan, kantor pos mengirim SMS ke penerima dengan kode yang harus ditunjukkan pada saat mengambil paket di pusat paket. Nomer telepon penerima biasanya diambil langsung dari basis data berdasar nama yang dicocokkan dengan nomor jaminan sosial. Yang dalam kasus Ucok, dia belum memilikinya sampai sekarang...

Sebelum pergi ke pusat penanganan paket, Ucok menelepon terlebih dahulu. Menjelaskan situasinya. Di situ, pusat paket memberinya kode. Ucok pun bisa mengambil paketnya dengan kode tersebut dan menunjukkan kartu identitasnya...     

Masih belum jelas, apakah memang harus demikian prosedurnya jika seseorang belum memiliki kartu jaminan sosial Swedia seperti Ucok. Atau apakah pengirim bisa mencantumkan nomor telepon penerima?... Yang jelas ini membuat Ucok makin ingin segera memperoleh kartu jaminan sosialnya. Prosesnya memang lebih lambat, terdampak oleh pandemi...

... 

15 Maret 2020 pemerintah Prancis menutup semua aktivitas komersial selain toko bahan makanan, apotik, toko koran, dan rumah sakit. Saya memulai membuat catatan harian di Facebook. Dengan tidak menyangka bahwa sampai hari ini, setahun kemudian, ternyata pandemi masih belum juga berlalu... 😶


Comments

Popular posts from this blog

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi

Pindah or not Pindah