Lockdown 3.0 - Hari ke Delapan

Memasuki minggu ke-2, tiga departement ditambahkan dalam list wilayah diberlakukannya lockdown ke-3. Apakah bakal bertambah lagi, ke depannya? Kita lihat saja...

Kebetulan, tepat satu tahun yang lalu, pemerintah mengumumkan diperpanjangnya lockdown untuk pertama kalinya. Ya, pertama kalinya. Karena sesudah perpanjangan pertama yang dua minggu, lockdown kembali diperpanjang lagi hingga pertengahan Mei...

Dari catatan di facebook, hari itu untuk pertama kalinya Butet menerima pembelajaran melalui video conference. Padahal itu sudah masuk hari ke sepuluh pembelajaran dilakukan secara jarak jauh! Dan itupun hanya untuk satu mata pelajaran saja!

Selama itu, guru hanya memberikan tugas dan siswa mengirimkan hasil kerjanya secara online. Itu saja yang berkaitan dengan internet. Memang tidak semua guru melek teknologi. Dan itupun, belum semua siap mengadaptasi bahan ajar untuk diberikan secara online...

Saya menulis ini karena selain souvenirs facebook itu, beberapa hari yang lalu seorang teman mengupload hasil periksa mata anaknya. Minusnya meningkat dratis. Silindrisnya juga, untuk tidak mengabaikannya. Teman saya menuliskan di caption bahwa itu adalah (salah satu) akibat dari sfh yang berkepanjangan...

Memang sfh di Indonesia masih diberlakukan secara resmi. Di Prancis, anak-anak sudah kembali ke bangku sekolah sejak akhir Mei secara bertahap. Namun saya rasa esensinya bukan di sfh-nya. Lebih ke bagaimana penerapan sfh...

Apakah memang sfh harus dilakukan secara daring intensif? Rasanya tidak, kan!?... Pada kenyataannya, saya melihat beberapa teman masih saja menulis post di media sosial tentang bagaimana anak-anaknya seharian di depan komputer. Atau bagaimana dia tak bisa menyentuh media sosial karena harus berbagi gadget dengan anak sesiangan. Atau cerita tentang keponakan yang membutuhkan komputer yang tersambung dengan jaringan internet untuk bisa mengikuti kuliahnya...

Pemerintah sendiri bukannya menenangkan guru dan orang tua murid, malah memberikan pulsa gratis kepada para pendidik. Bagus, sih... Tapi itu seakan membenarkan bahwa pembelajaran harus dilakukan daring! Seakan tak ada jalan lain!...

Banyak sekolah di Prancis yang tidak melakukan pembelajaran daring sama sekali. Semua materi diberikan dalam bentuk fisik. Siswa, atau orang tuanya, datang ke sekolah mengambil materi, dan kemudian harus datang ke sekolah untuk mengumpulkan tugas...

Kebanyakan sih seperti sekolah Butet. Internet hanya dimanfaatkan untuk pemberian materi dan lalu-lintas tugas. Selain itu, cukup dikerjakan secara offline... Hampir tak pernah Butet seharian di depan komputer. Meski para guru makin mahir memberikan pembelajaran secara daring, tetap mereka tak selalu menggunakannya...

Tapi kalau soal gadget, Indonesia memang juara. Saya ingat saat pertama kali datang ke Prancis tahun 2000, masih jarang orang memiliki handphone. Padahal di Indonesia, saya sendiri sudah memegangnya meski belum terkoneksi ke internet...

Di sini saya berpihak ke Indonesia lho ya... Memanfaatkan teknologi itu harus. Tapi jangan sampai sebaliknya saja; kita yang dimanfaatkan teknologi, mengejar semua harus dilakukan secara canggih. Harus dilihat apakah infrastruktur sudah memungkinkan. Dan apakah jika menggunakan cara tradisional, malah lebih sedikit mudharatnya... 😏


Comments

Popular posts from this blog

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi

Pindah or not Pindah