Minggu Terakhir September

Tak terasa sudah masuk minggu terakhir bulan September. Musim sudah berganti. Ada perasaan bahwa waktu berjalan lambat, namun juga kadang seakan cepat sekali berlalu...

Hari ini dimulai dengan kesal. Kesal karena Butet ternyata lupa memasukkan piring kotor ke mesin. Rasanya pengin marah-marah. Tapi saya tahan. Tak mau berusak mood seharian. Lagipula marah-marah itu melelahkan...

Sebenarnya mudah saja, kalau hanya untuk memasukkan piring ke mesin, kan!? Bukan karena saya tak bisa melakukannya. Tapi ini masalah prinsip. Memasukkan piring ke mesin adalah tugas Butet selain menata meja sebelum makan. Bahkan piringnya sudah siap cuci karena sudah saya beersihkan dari sisa-sisa makanan yang menempel...

Tadi pagi, saya hanya menghukumnya dengan tidak memanggang sandwich salmonnya sesuai yang saya rencanakan kemarin. Tapi sepertinya anaknya pun tak menyadarinya sebagai hukuman, dan memakan sarapannya dengan kalem seperti biasa. Saya harus memikirkan hukuman lain!... 

Suami sudah kembali berangkat ke kota tempat kerjanya, saya mengantar Butet ke halte bus. Suhu udara dingin. Saya terlalu percaya diri, hanya mengenakan cardigan tipis...

Mendekati halte, terlihat bus sudah datang! Memang kami keluar rumah agak lambat karena harus kembali memastikan Butet membawa kunci lokernya. Tetap saja tak mungkin bus lebih cepat sampai 4 menit! Tapi masak bus terlambat lebih dari 5 menit di pagi hari begini?...

Untungnya jalan sedang sepi. Kami menyeberang tanpa menunggu lampu pejalan kaki...

Lekas Butet masuk bus. Saya lihat, sopir bus seperti kerepotan dengan alat pembayaran tunainya. Saya masih sempat melihat jadwal bus yang tertempel di halte, dan bus belum beranjak juga. Tak tega mau menanyakan apakah ini bus 7.13 atau bus 7.24 yang biasa diambil Butet. Takut membuat bus lebih lama berhentinya dan mengganggu penumpang yang lain. Yang penting Butet sudah dapat bus...

Sebelum kembali pulang, saya sempatkan memotret jadwal bus di halte seberang. Selesai memotret, saya lihat ada bus datang. Saya tunggu hingga lewat di halte kami. Tepat 7.24. Lewat saja. Karena semua penumpang sudah naik bus sebelumya yang baru saja pergi, tak sampai 5 menit sebelumnya...

Mungkin karena tegang, jari-jari kaki saya ikut tegang. Saya rasakan otot-otot jadi yang berusaha melebar. Kecepatan jalan pulang saya melambat, kesakitan. Sampai rumah saya putuskan untuk membebat jari-jari kaki kiri dengan perban. Dhuhur masih lama...

Dengan tambahan cucian piring, pekerjaan yang sudah tertumpuk selama akhir pekan rasanya makin menumpuk saja. Akibatnya ... saya jadi malas mengerjakannya!

Pilek saya sudah menghilang. Sudah tak meler lagi, meski masih agak tersumbat. Prosesus biasa. Tapi udara yang dingin membuat enggan keluar rumah menjemur baju. Mana bajunya yang basah kan jadi makin dingin saja karena dibiarkan sekian lama...

Mau tak mau, perlahan tapi pasti, ya harus saya kerjakan juga. Alat makan sudah habis. Pakaian basah bisa berjamur kalau kelamaan didiamkan. Masih untung tidak bau!...

Saya masih belum sehat benar. Jari-jari kaki, meski dibebat, tetap berusaha membebaskan dirinya. Saya kesakitan dan kelelahan bolak-balik dari dalam rumah ke tempat jemuran. Pakaian yang dingin, ditambah angin dingin di luar membuat pilek kembali lagi. Saya sukses terkapar sesudah makan siang...

Sulit sekali untuk tidur. Kepala pusing, tidak nyaman. Saat sudah nyenyak, terbangun oleh Butet yang pulang lebih awal karena ada jam kosong...

Maunya sih tak masak. Tapi apa daya. Ayam tante Alfi. Tanpa dipotong-potong, tanpa direndam. Dua paha ayam langsung ditaburi garam, bawang putih, ketumbar, dan kunyit. Dilumuri minyak goreng, lalu masuk oven. Bisa sambil tiduran 2 kali 20 menit. Dimakan dengan nasi sisa kemarin yang dihangatkan di microwave. AlhamduliLlaah bisa terbantukan teknologi...


Comments

Popular posts from this blog

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi

Pindah or not Pindah