Belanjaan Sang Perantau

Di era yang sudah mengglobal ini, nyaris apa pun bisa ditemukan di mana pun. Yang namanya barang khas suatu daerah, rasanya sudah tak ada lagi. Ini sangat saya rasakan sebagai perantau dengan lebih dari 20 tahun pengalaman...

Kalau dulu, saat mudik ke Indonesia, rasanya banyak sekali yang harus dibeli untuk bekal diri di perantauan. Terutama makanan Bukan cuma kering tempe atau peuyeum bolen. Tapi bahkan sampai mie instan dan kecap manis segala!...

Lambat laun, produk Indonesia mendunia. Mulai dari Belanda yang memiliki ikatan sejarah kuat dengan Indonesia, kemudian melebar ke segala penjuru Eropa. Mie instan dan kecap manis bukan lagi barang langka. Tapi bukan berarti dari mudik saya tak membawa apa-apa...

Abon Pedas

Makanan yang boleh dibilang wajib saya bawa adalah abon pedas! Abon pedas Solo, tentu saja! Dan produk industri rumah tangga. Bukan produk pabrik besar yang masa kedaluarsanya sangat panjang itu!...

Abon sapi atau ayam dengan irisan cabe merah, dibungkus dengan kertas minyak lalu baru dibungkus lagi dengan plastik dan distapler itu memang tak ada bandingannya. Varia, Misran, atau Cokro, kesukaan kami. Tak (belum?) tergantikan untuk selera kami sebagai teman makan nasi saat tak sempat memasak...


Pemerintah Prancis sebenarnya melarang masuk produk-produk berbahan dasar daging. Tapi tentu saja saya masih membawa abon khas Solo ini. Dalam jumlah kecil, tentunya. Sekedar persediaan dan oleh-oleh untuk teman-teman dekat saja...

Fesyen Lokal

Batik, lurik, tenun, santung, jumputan, ...? Tentu saja! Tapi tak hanya itu!...

Produk mode non tradisional buatan Indonesia kami dapati tak kalah kualitasnya dengan produk global. Bahkan untuk tingkatan harga yang sama, konveksi merek Indonesia lebih bagus kualitasnya ketimbang merek global! Kainnya, jahitannya, ... beberapa kali terbukti lebih unggul...


Kami sendiri termasuk yang hampir tak pernah beli produk fesyen di luar masa soldes (obral besar yang diadakan 2 kali per tahun, di bulan Januari dan Juli). Karenanya jelas kami tak mau membeli produk fesyen global saat di Indonesia. Apalagi kalau harus bayar harga penuh!...

Kerajinan Tangan

Saat anak-anak masih di TK dan SD, membeli suvenir berupa kerajinan tangan khas Indonesia wajib dilakukan. Ada kebiasaan memberi kado kepada guru wali kelas di akhir tahun ajaran. Tidak wajib, tentu saja. Tapi ini menunjukkan penghargaan dan rasa terima kasih kita...

Biasanya orang tua memberi coklat, tanaman dalam pot, atau buket bunga. Ada yang memberi anggur atau lilin berparfum. Ada juga karya siswa sendiri. Bisa berupa gambar atau kerajinan tangan. Sederhana saja, tapi bermakna...

Kado standar dari saya berupa syal batik. Kalau bisa, disesuaikan dengan warna kesukaan guru yang kebetulan selama ini perempuan semua. Para ibu guru senang menerima suvenir khas Indonesia ini. Dan syal batik begitu, kalau beli di Prancis, harganya berlipat-lipat dari yang saya bayarkan di Solo!...


Kami juga membeli pernak-pernik kecil seperti gantungan kunci, bros, jepit rambut, kipas, pembatas buku, atau barang-barang kerajinan khas lainnya untuk dibagikan ke teman-teman saya dan juga teman-teman anak-anak...

Buku Berbahasa Indonesia

Saat mudik adalah saat memperbarui koleksi buku berbahasa Indonesia. Novel fiksi, standarnya. Sengaja mencari informasi buku keluaran terbaru, terutama dari penulis-penulis favorit...

Saya membuat daftar belanja khusus untuk buku. Agar ada batasan. Agar tak berlebihan. Agar bisa mengukur kalau sekira menemukan buku lain yang sekira menarik tapi tak ada dalam catatan. Karena bagaimanapun juga, buku itu berat dan makan tempat...


Sebenarnya buku fisik berbahasa Indonesia sudah banyak yang bisa dibeli di Amazon. Tapi tentu belum semua. Dan jarang keluaran baru...

Alat Gambar

Ini adalah barang yang baru masuk ke daftar belanja kami saat liburan musim panas kemarin. Kami sudah sempat melihat sebelumnya bahwa di Indonesia lebih mudah untuk mengakses berbagai alat gambar buatan Jepang. Tapi sampai 4 tahun yang lalu, Butet belum benar-benar serius menggambar...

Mudik kemarin, Butet bahagia. Berbagai merek dan jenis spidol tersedia di Gramedia. Pena pun beragam ukuran dan paketnya. Buku gambar pun demikian juga. Kertas Indonesia, bagus kualitasnya. Harga dasarnya saja sudah jauh lebih murah ketimbang di Eropa. Sedang ada diskonan, pula, saat itu!...


Giliran mamanya yang harus menahan diri untuk tak terlalu memanjakannya. Dan sabar-sabar melihat sepupu-sepupu kecilnya menggunakan alat-alat itu dengan semena-mena. Karena tetap saja harganya lumayan juga buat kantung saya...

Efek Romantis

Suami suka protes, kalau saya banyak belanja untuk oleh-oleh. Ditambah kalau sampai harus ribet untuk mencari barangnya sendiri. Apalagi jika kemudian terlihat repot saat mengepaknya... 

Semua yang saya sebutkan di atas itu sebenarnya sudah bisa didapatkan tanpa harus jauh-jauh membeli langsung ke Indonesia. Paling tidak, kalaupun tak bisa dibeli di Prancis, masih bisa membeli daring atau minta tolong ke keluarga atau teman untuk kemudian dikirim. Atau dititipkan. Sudah jamak sistem jastip alias jasa titip. Lebih praktis, meski memang harus ekstra biaya...

Tapi jelas, kalau membeli langsung ada tambahan nilai romantisme ke toko, memegang barangnya, berdialog dengan pedagang, ... Dan ada kenangan aroma kampung halaman yang menghangatkan untuk dikenang... đŸ¥°


---

Tulisan ini diikutsertakan pada Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan September 2022 dengan tema Mamah dan Dunia Belanja





Comments

  1. Wah Butet suka gambar ya? Anakku kalau ke Gramedia senang banget berlama-lama di bagian alat gambar dan segala pernik-perniknya, selain buku tentunya ...
    Tapi ada yang lebih bikin heboh belanjanya, yaitu di Baltos: Balubur Town Square pojokan jalan depannya Rektorat ITB. jadi kalau ke Bandung pasti harus mampir ke sana. Ini juga tempat belanja jaman kuliah, beli kalkir dan segala keperluan studio. (aduh jadi keingetan kenapa Baltos gak aku tulis sebagai pasar tradisional yang favorit di artikelku ha3 ...).
    Sekarang di Baltos ada fashion, oleh-oleh khas Bandung, dan pasar sayur mayur di lantai paling bawahnya

    salam jalan-jalan

    ReplyDelete
  2. Baru tahu aku teh kalau ada keuntungan beli alat gambar di Indonesia ya. Ternyata kertas disini bagus ya, Alhamdulillah benefit tinggal di Indonesia

    ReplyDelete
  3. Buat penduduk global dunia, memang berpijak ke tanah lokal itu penting yaa. Bukan sekedar nostalgia, tapi juga mengenalkan Indonesia pada dunia. Jiahhh... pada dunia.

    ReplyDelete
  4. Mba Alfiiii, yang ini "Tapi jelas, kalau membeli langsung ada tambahan nilai romantisme ke toko, memegang barangnya, berdialog dengan pedagang, ... Dan ada kenangan aroma kampung halaman yang menghangatkan untuk dikenang." Saya sependapat banget. Masya Allah.

    Kebayang pasti Mba Alfi serindu apa dengan suasana tersebut, saya yang 'hanya' berjarak ratusan km dari kampung halaman, pasti sudah super sueneeng kalau pulang dan hunting barang/makanan khas yang langsung datang ke tempat penjualnya. Apalagi Mba Alfi, yang sudah di benua lain dan terpisah ribuan kilometer. :)

    ***
    Mengenai fashun lokal, saya jadi makin menghargai produk lokal setelah membaca tulisan Mba Alfi bulan lalu, ditambah yang sekarang. Bangga euy dengan produk lokal :)

    ReplyDelete
  5. Belanja ofline masih tak tergantikan ya. Minus durasi dan lelah perjalanan, belanja dengan menyentuh langsung barang sblm dibeli adalah pengalaman tsendiri yg bagi sbgian orang bikin hepi

    ReplyDelete
  6. aku baru tau kalau kamu orangnya romantis hehehe. abon pedas bagimu, Indomie kari ayam bagiku yang wajib dibawa balik ke tanah rantau hehehe.

    ReplyDelete
  7. Wah, baru tau kalo kualitas alat gambar lebih baik di Indonesia daripada di sana. Dan aku setuju banget soal abon. Sebagai orang Solo, Varia dan Mesran itu memang tak tergantikan :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi

Pindah or not Pindah