Ayam Tante Alfi

Sampai sekitar 5 tahun menikah, boleh dibilang saya belum juga bisa memasak! Masakan saya terbatas steak dan pasta sederhana, atau yang menggunakan bumbu instant Indonesia saja. Paling banter tumisan bawang merah-putih, cabe, dan kecap. Tak berani lebih rumit dari itu...

Saat awal pindah ke rumah yang kami tinggali sampai saat ini, dapurnya kosong melompong. Hanya ada bak cuci piring saja. Saya minta suami untuk membelikan set kompor plus oven. Ceritanya sekalian pengin memuaskan kepenasaran untuk mencoba bikin-bikin kue. Dan dari situ saya baru boleh dibilang benar-benar belajar memasak...

Adanya oven memang membuat saya banyak berkreasi. Kreasi? Hmmm... Lebih tepatnya mengakali... Karena pada dasarnya saya tak mau ribet untuk urusan dapur. Bumbu-bumbu saja saya memilih bubuk kering ketimbang harus mengulek. Awalnya karena alasan ketiadaan, lama-lama jadi terbiasa karena praktisnya...

Bisa masak, bukan berani pintar. Konsumen rutin saya hanya terbatas suami dan anak-anak. Mereka yang kalau protes tentang masakan saya, akan saya persilakan masak sendiri!... Hahaha...

Jarang, saya masak untuk teman. Dan mereka yang bilang kalau masakan saya enak, saya cenderung menerimanya sebagai tanda terima kasih sudah memasak. He, benar-bebar kurang percaya diri ya!?

Sampai saat saya memasak Ayam Tante Alfi!

Resep untuk memasak paha ayam ini saya adaptasi dari resep ayam goreng sederhana. Bawang putih, ketumbar, kunyit, dan garam. Namun bukannya digoreng. Lagi-lagi karena alasan kepraktisan, saya tambahkan 2 sendok makan minyak nabati ke dalam ayam berbumbu, untuk kemudian dipanggang dalam oven dengan suhu 200°C, 20 menit untuk setiap sisinya. Sisi yang berkulit belakangan...

Ayam yang dihasilkan gurih, empuk, renyah kulitnya, tapi tidak kering dagingnya. Suami dan anak-anak saya suka. Harus! Tapi yang membuat bangga adalah bahwa anak-anak dari sahabat saya sangat sangat suka! Saking sukanya, merekalah yang menamai resep.ini sebagai Ayam Tante Alfi!...

Sayangnya saya benar-benar tukang masak amatiran. Saya tak bisa membagi resep dengan baik. Saya tak bisa memberitahukan berapa banyak bawang putih yang harus dimasukkan, berapa sendok ketumbar, berapa jumput kunyit. Ya! Semuanya dalam bentuk bubuk! Saya hanya bisa memberikan daftar bumbunya dan proses memasaknya saja. Takarannya? Feeling saja!...

Hasilnya, beberapa teman yang mencoba, termasuk ibu dua gadis kecil pembaptis resep saya, semua gagal! Hasilnya tidak seperti Ayam Tante Alfi, katanya! Entah apa bedanya, saya juga belum pernah mencicipi hasil masakan sahabat saya itu...

Tapi jadinya, setiap kali kami makan bersama, Ayam Tante Alfi selalu masuk dalam daftar menu. Jika tak ada, anak-anak sahabat saya itu akan menagihnya. Dan anak-anak saya sendiri sudah hafal dan menanyakan jika saya tak menyiapkan ayam saat hendak pergi makan bersama...

Saya pun tak menolak. Toh mudah saja menyiapkannya!...

Seperti siang tadi. Saya makan di rumah sahabat saya. Butet menanyakan apakah saya memasak ayam untuk adik-adiknya. Apalagi terakhir kali kami bertemu makan di rumah sahabat yang lain, saya kebagian rendang dan tidak memasak ayam, karena tuan rumah sudah menyiapkan opor...

Senang juga melihat wajah-wajah keponakan-keponakan dari jalur cinta saya itu sumringah melihat satu kotak besar penuh berisi ayam yang masih hangat. Dan mereka membuktikan kesukaannya itu dengan memakannya sampai menambah-nambah... 😍


Comments

Popular posts from this blog

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi

Pindah or not Pindah