Sepuluh Hari ke Tiga Ramadhan

Tak terasa sudah masuk sepuluh hari terakhir Ramadhan. Tilawah sampai mana woiii?... Cuma narget 10 juz aja, mosok nggak tercapai? Ayo ngebut, ngebuuut...

Mumpung Butet sudah kembali ke kelas besok pagi. Mumpung lebih banyak ruang dan waktu bebas. Mumpung deadline tantangan Mamah Gajah Ngeblog masih jauh. Mumpung belum ada undangan Club lecture. Mumpung belum ada tugas co-host. Mumpung lagi nggak ada drakor yang rilis. Eh?... Hehehehe... Dan mumpung tak ada MOOC juga...

Begitulah. Akhirnya MOOC World Litterature pun drop karena kurangnya motivasi. Tanpa deadline untuk evaluasi, mengikuti kuliah jadi asal-asalan. Akibatnya keteteran. Dan habislah tenggang akses yang diberikan. Hari ini...

Mungkin memang pertanda. Untuk meliburkan semua aktivitas duniawi yang tidak esensial. Fokus ibadah mengejar pahala?...

Mudah saja dituliskan. Penerapannya? Kita lihat saja... Minimal ada pencatat bahwa pernah niat... πŸ˜…πŸ˜‡

Pagi tadi, saat suami ke swalayan, katanya ada banyak sekali pembeli. Akibat dari tutupnya kemarin karena 1 Mei, FΓͺte du travail. Pesta kerja yang dirayakan dengan tidak bekerja. Dan sudah beberapa hari hujan...

Saking penuhnya, diberlakukan kontrol atas jumlah orang yang diperbolehkan masuk. Dia pun harus mengantri di luar. Hasilnya, pulang-pulang kecapean...

Kami sudah mengagendakan siang ini le boucherie mengisi stok daging. Terakhir ke sana, hari Minggu sebelum Ramadhan. Penuuuh pembeli. Tak ada yang namanya jaga jarak. Bersyukur bahwa minimal, semua orang bermasker...

Karena pengalaman di swalayan tadi, dan mengingat ini tanggal muda, suami saya memutuskan untuk tidak ke boucherie. Kami membeli daging melalui Uber Eats saja...

Memang enak, dengan adanya boucherie yang melayani pembelian melalui Uber Eats ini. Bukan boucherie langganan. Jenis barang tak selengkap di tempat. Harganya pun lebih mahal ketimbang kalau kita beli langsung. Biaya kepraktisan. Ongkos bersantai di rumah. Tinggal menunggu dan mengangkat belanjaan dari gerbang ke rumah saja...

Kekurangannya, adalah tak bisa membeli banyak-banyak. Bukan hanya karena masalah harga dan variasi. Tapi juga kasihan pengantarnya kalau terlalu berat... Lalu ada resiko barang tak ada. Sudah ada opsi penggantinya apa. Namun bisa jadi penggantinya pun tak ada!...

Memang dalam kasus ini, uang yang kita bayarkan akan dikembalikan. Tapi ini membiat berantakan rencana. Seperti hari ini... Tadinya sudah menyanggupi memasak sayap ayam kecap untuk berbuka, terpaksa batal. Paha ayam yang dimintakan sebagai pengganti pun kosong. Ya sudah... Untung sate yang kami pesan ada. Meskipun minta kambing dan yang datang sapi!... πŸ˜…

Harus atur-atur menu masakan, ini. Karena sayap 3 kg yang biasanya untuk 2 kali buka plus 2 kali sahur, batal ada. Tak ada ikan weekend karena hari Minggu, stand ikan di swalayan tutup... Masih ada telur. Masih ada tempe beku... AlhamduliLlaah... Insya Allah bisa tertangani lah...

Masih jauh lebih longgar dari Ucok yang bulan ini harus benar-benar mengencangkan ikat pinggang karena memaksa pindahan. Tapi itu cerita lain lagi saja... πŸ˜‰

 

Comments

Popular posts from this blog

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi

Pindah or not Pindah