Berbagai MOOC di Coursera dengan Topik Korea

Hari libur nasonal. Lundi de Pentecote. Senin Pentakosta. Entah untuk apa. Karena mereka yang beribadah, tentunya melakukannya di hari Minggu. Hari Pentakostanya. Mungkin dulu pertimbangan pemerintah adalah memberikan waktu Senin libur untuk istirahat, kumpul keluarga setelah merayakan Pentakosta. Tapi sekarang? Berapa banyak keluarga yang mengadakan acara ibadah kumpul keluarga di hari Pentakosta? Paskahpun sepertinya hanya berburu coklat saja. Dan meski pemerintahan dikatakan sekuler, tetap saja ini dipertahankan. Seperti juga Senin Paskah...

Yah, kami sih melihatnya sebagai kesempatan tambahan hari libur saja. Meski tetap merasa tak adil karena dari sekian banyak libur keagamaan Katholik yang rasanya tidak perlu diliburkan,mengapa tidak dihapuskan dan diganti dengan libur Idul Fitri atau Idul Adha, misalnya?... Tapi itu bahasan lain lagi!...

Hari ini hujan. Tepat seperti prakiraan cuaca dari Meteo France. Kami mantap tak ke mana-mana. Sepagian santai saja di tempat tidur. Saya mencari referensi ide tulisan sambil tetap di balik selimut. Saat bosan, barulah bangkit dan membuka Coursera!... 


Saya memang sudah berniat untuk merutinkan mengerjakan MOOC Introduction to Korean Philosophy and Culture setiap Senin. Seminggu sekali saja, sepertinya cukup. MOOC ini hanya menjadwalkan empat minggu kuliah. Dan saya lihat, materinya tak banyak...

Karena dengan cepat saya menyelesaikan materi minggu pertama, minggu lalu saya pun melihat-lihat ada MOOC apa lagi yang ditawarkan oleh Sungkyunkwan University (SKKU) ini di Coursera. Ternyata ada kursus bahasa Korea! Tiga level pula! Plus MOOC khusus tentang belajar Hangeul!


Karena sudah sempat sedikit belajar hangeul dari MOOC First Step Korean dan Learn to Speak Korean 1 yang diselenggarakan Yonsei University sebelumnya, saya langsung mendaftar A Bridge to the World: Korean Language for Beginners Ⅰ. Entah mengapa Beginners I, padahal saya tak lihat Beginners II. Seperti saya tak menemukan yang Learn to Speak Korean 2 juga... 


Minggu lau, saya tak bisa menyelesaikan keseluruhan materi week 1. Materinya cukup padat. Di sini kita diasumsikan sudah bisa membaca hangeul. Dengan cepat! Agak kesulitan saya, mengikutinya. Memang saya hanya mengejar percakapannya. Namun, saya sarankan untuk yang belum pernah belajar Hangeul sama sekali untuk mempelajarinya dulu sebelum mengikuti MOOC ini. Bisa dari MOOC The Korean Alphabet: An Introduction to Hangeul, misalnya...


Belajar bahasa memang lebih menarik daripada belajar filosofi. Karena itu, saat membuka Coursera, saya langsung menuju ke MOOC Korean Language. Namun tak lama. Karena di situ materinya banyak. Di setiap materi, ada dialog, ada bagian tata bahasa. Video tata bahasa berdurasi belasan menit. Di situlah saya berhenti, pindah ke MOOC filosofi!...

Hari ini saya berasil menyelesaikan keseluruhan materi Korean Philosophy minggu ke dua. Semoga selalu lancar begini. Karena sayang, kalau sampai gagal. Ada sertifikatnya, kan!?... Hari-hari lain bisa mengikuti Korean Language dengan santai. Memang tak bersertifikat, karena saya mengikuti sebagai auditor saja. Namun tetap, saya ingin bisa menyelesaikannya sampai akhir...

Buat yang belum memanfaatkan MOOC gratis di Coursera dalam rangka Asian Pacific Heritage Month jangan lupa; batas pendaftarannya tinggal seminggu lagi. Dan tentu, tak hanya filosofi Korea. Ada topik-topik lain kok. Jangan sampai terlewatkan!...

Untuk yang ingin mengikuti MOOC tentang Korea tapi sudah jago bahasa Koreanya atau tidak tertarik dengan filosofi, jangan khawatir. Ada banyak topik lain kok! Silakan browsing-browsing. Semua bisa diakses gratis sebagai auditor, atau berbayar dengan sertifikat di akhirnya...

Selamat belajar!... 😉


Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Menengok Ketentuan Pemberian Nama Anak di Prancis

Image
Kalau Shakespeare bilang "What's in a name", apalah arti sebuah nama, dalam tradisi Jawa dikenal ungkapan "asma kinarya japa", nama adalah pengharapan. Nama mengandung doa. Karena itu pemilihan nama anak merupakan hal yang penting. Setiap kali kita memanggil sebuah nama, seakan kita melantunkan apa yang dimaksud dalam nama itu.  Apakah itu, yang menjadi alasan orang tua memberi anaknya nama yang panjang? Untuk menambah lengkapnya doa? Kalau anak-anak saya hanya memiliki satu nama depan—untuk selanjutnya akan saya sebut dengan "nama" saja—, itu tak disengaja. Terutama untuk si sulung. Saya dan paksu tak berencana memberi nama yang panjang juga. Dua cukup lah. Yang nantinya total jadi tiga kata, setelah ditambah nama keluarga yang diambil dari kata terakhir dari nama ayahnya sesuai aturan di Prancis. Kebetulan suami, dan juga saya, tak menggunakan nama keluarga seperti kebanyakan orang Indonesia.  Namun takdir menyatakan lain .... Kelahiran Anak Harus Di...
Read more

Menyusun Tagihan

Image
Pemilihan Umum 2024 baru saja dilaksanakan. Sampai saat saya menulis ini, penghitungan suara masih dilakukan. Tapi sudah terlihat arah calon Presiden baru Indonesia. Ya, masih calon. Karena pelantikannya masih nanti di bulan Oktober kan!? KPU saja belum merilis hasil akhirnya tuh. Sabar, yaaa.... Saat mengetahui arahan hasil Pemilu, saya membaca-baca lebih detil visi dan misi calon kandidat terpilih. Dan seperti saat memilih, saya fokus pada kepentingan pribadi saya.  Egois amat? Ya, kan, visi-misinya buanyak. Belum dikali tiga pasangan calon. Belum ditambah kalau mencari visi-misi para caleg. Makanya saya lebih mencari spesifik yang bersangkutan dengan saya pribadi saja dulu. Lagipula kalau yang global-global seperti pengentasan kemiskinan, peningkatan layanan kesehatan, memajukan pendidikan, swasembada pangan, ... gitu-gitu kayaknya semua kandidat sama saja. Ya nggak sih? Daaan ... yang saya sebut kepentingan pribadi adalah program-program yang berkaitan dengan diaspora. Dengan W...
Read more

Blogger Curcoler? Yes!

Image
Pagi tadi, buka Facebook, diingatkan posting 8 tahun lalu berupa video Butet membaca buku yang ditulisnya sendiri. Digambar, lebih tepatnya. Umurnya baru 4 taun 2 bulan. Belum bisa baca-tulis selain namanya sendiri. Tapi dari rekaman pembacaannya , ada cerita yang cukup terstruktur, meski belum secara bahasa. Terlihat dari judulnya saja dia masih belum bisa menentukan apakah Fée tombé (tapi tidak ada adegan si peri jatuh) atau Fait tomber (tanpa subjek dan objek?), yang memang sama secara pengucapan... Saya sendiri sudah lupa konteks mengapa Butet menyusun buku itu. Saya hanya ingat bahwa sebenarnya ini bukan "buku" pertama yang disusunnya. Tapi ini yang pertama dengan cerita dan tentu yang sempat terekam videonya... Terdengar dia sempat terbatuk di tengah rekaman. Sedang sakit kah?... Melihat suvenir-suvenir seperti ini, membuat saya menyesal kenapa tidak mencatatnya lebih detil... Padahal sebenarnya  saya sudah ngeblog sejak taun 2004. Saat itu anak sulung saya baru 3 tau...
Read more