Cita-cita Butet

Kemarin Butet cerita dengan gusar, tentang temannya yang agak depresi yang sudah agak membaik, namun ternyata down lagi...

Ya, cerita saya tentang mengapa pemerintah Prancis menyegerakan kembalinya anak-anak ke sekolah memang kami hadapi cukup dekat. Peningkatan kasus depresi pada anak, terjadi di lingkungan pertemanan dekat Butet sendiri. Temannya tadi, dan adik dari salah satu sahabatnya yang lain...

Keduanya sempat ditangani psikolog. Namun dari cerita Butet, permasalahannya terletak pada kondisi keluarganya yang kurang mendukung...

Tak perlu saya tuliskan detil untuk menjaga privasi teman-teman Butet. Dan juga untuk menjaga kepercayaan Butet pada saya...

Untuk kasus adik sahabat Butet, mereka baru pindah ke kota kami di awal tahun ajaran, bulan September 2020 yang lalu ini. Pindah sekolah, di masa pandemi, jelas tak mudah bagi pra remaja. Ditambah sibuknya orang tua yang sulit mendampingi. Sahabat Butet lah yang menjadi tonggak pegangan si adik...

Untuk teman Butet yang saya sebutkan di awal tulisan, kita sebuat saja si Gadis, dari kecil dia mendapat tekanan dari orang tuanya, terutama ibunya, untuk menjadi yang terbaik di kelasnya. Namun, si Gadis tidak memiliki kemampuan untuk itu. Ditambah lagi, dia berada di kelas dengan siswa-siswa yang rata-rata kelasnya tertinggi di sekolah untuk tingkat yang sama...

Kebetulan, si Gadis ini, sebelum dekat dengan Butet, berteman dengan anak-anak yang kurang positif. Entah apa yang terjadi, tapi si Gadis selalu menutup diri. Baru kepada Butet dia mulai bisa bercerita mengenai tekanan ibunya bilamana dia kedapatan meraih nilai yang tidak sesuai dengan standar si ibu...

Kasus mulai jadi terbuka saat dia datang ke sekolah dengan mata merah bekas menangis. Rupanya dia habis dimarahi ibunya. Sulit menutupi cerita ini di kelas. Dan si Gadis mulai terbuka bercerita. Apalagi kelasnya bersimpati dan memberi dukungan...

Kasus menjadi membesar saat si Gadis datang ke sekolah dengan luka-luka di lengannya. Bukan, bukan karena dianiaya. Tapi karena dia melukai dirinya sendiri!...

Butet dan teman-temannya mendorong si Gadis untuk berkonsultasi dengan psikolog sekolah. Dan si Gadis bersedia! Dia mengaku senang, bisa mengungkapkan pikirannya. Dan dia meminta ibunya untuk berkonsultasi ke psikolog di luar sekolah untuk penanganan lebih dalam...

Sayangnya, mereka bertemu dengan psikolog yang kurang cocok. Si Gadis merasa cara komunikasinya kurang tepat. Dan ibunya juga merasa demikian. Bukannya ganti psikolog, si ibu memutuskan untuk menghentikan konsultasi saja!...

Tak hanya si Gadis, Butet juga kecewa dengan keputusan itu. Tapi dia terus suportif terhadap si Gadis. Menjaga komunikasi, mengajaknya ke luar kalau ada jam kosong yang panjang. Meski tak selalu disambut karena tak diijinkan ibunya...

Beberapa lama si Gadis baik-baik saja. Namun kemudian terjadi insiden kesalahpahaman dengan salah satu sahabat dekat Butet. Si Gadis agak menjauh karena tahu bahwa Butet lebih dekat ke sahabatnya ketimbang padanya. Padahal Butet netral dalam pertikaian. Karena dia tahu, semua berakar pada kesalahpahaman...

Kemarin, setelah beberapa lama, Butet berkesempatan berbincang panjang-lebar dengan si Gadis. Pas sekali dia berniat hendak melukai dirinya sendiri lagi karena kembali depresi. Ibunya menyuruhnya untuk menarik diri dari pertemanan saja. Menurutnya, teman-temannya hanya membawa dampak negatif saja. Atau kalau tidak, si Gadis yang akan menyusahkan teman-temannya!...

Butet bercerita dengan wajah putus asa bagaimana dia berusaha meyakinkan si Gadis bahwa ibunya salah. Tak semua teman memberi dampak negatif. Mungkin beberapa harus dijauhi, tapi yang lain harus tetap dijaga. Karena itulah manfaat punya teman; meringankan sedikit-banyak beban dengan menjadi tempat bercerita. Tidak! Sama sekali tidak memberatkan. Mungkin tidak bisa memberi solusi. Tapi paling tidak dengan adanya teman, akan terasa bahwa kita tidak sendirian...

Dada saya sesak dengan keharuan. Bayi kecil saya sudah menjadi perempuan penuh empati. Kepeduliannya membanggakan hati...

Sudah beberapa lama ini dia tidak mau lagi menjadi dokter hewan. Sudah beberapa lama dia tak tahu mau menjadi apa kelak. Dan akhir-akhir ini dia tertarik pada psikologi. Terlebih saat dia melihat bagaimana teman-temannya terbantukan oleh psikolog di sekolah...

Dan saya rasa, profesi itu cocok untuknya...

Insya Allah...

WaLlaahu'alam...



Comments

Popular posts from this blog

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi

Pindah or not Pindah