Hilangnya Ponsel Butet

Belakangan ini, saya jarang buka instagram. Dari awal, saya menonaktifkan notifikasinya. Memang saya tak berniat aktif di instagram. Baru beberapa waktu yang lalu saya mengaktifkan notifikasi spesial untuk posting Butet yang aktif dengan gambarnya…

Beberapa hari yang lalu, saat cek instagram, ada posting baru dari 30 Hari Bercerita. Tantangan menulis selama 10 hari, tentang Ramadan dan Idul Fitri. Yang ternyata sebenarnya sudah sempat disinggung di post seminggu sebelumnya…

Ragu, mau ikut atau tidak. Tidak terbayang mau cerita apa selama 10 hari yang bertema besar Ramadan dan Idul Fitri. Apalagi karena momen ini sering kali justru jadi momen yang sendu untuk saya pribadi...

Bagaimana tidak? Kerinduan akan tanah air semakin tebal di momen spesial ini. Suasananya yang khas, yang jelas tak terasa di tanah perantauan, yang tak ada bedanya dengan hari-hari biasa... Sudah begitu, kerinduan saya dipertanyakan, pula!...

Tapi saya ikut juga tantangan 10 Hari Rayakan Cerita. Karena itulah beberapa hari ini saya tidak update blog ini... Hari ini, masuk hari ke-4. Saya masih bisa bercerita netral selama 3 hari kemarin yang tak bertema. Namun hari ini, temanya kampung halaman!...

Tak mudah menulis tentang kampung halaman dengan batasan menjaga perasaan. Tidak mudah menulis dengan menjaga agar tidak menimbulkan reaksi yang nantinya berbalik negatif ke saya sendiri. Terlalu banyak yang harus dijaga saat menulis di instagram atau facebook, di mana di sana ada keluarga besar. Karenanya, saya lebih suka menulis di blog ini. Blog yang memang antara sengaja dan tidak, agak saya sembunyikan, tidak dipublikasikan luas...

Di sini saya masih merasa lebih bebas bercerita. Karena di sini saya tak menjelaskan secara terbuka, siapa saya. Tak ada pula lingkaran pertemanan atau daftar follower yang seakan menunjukkan saya menulis untuk siapa. Merasa lebih bebas mau cerita apa saja. Meski tetap saya memilih mencatat cerita yang berakhir bahagia...

Seperti cerita tentang hilangnya ponsel Butet. Ya, Butet kehilangan ponselnya Jum'at kemarin...

Butet tak yakin, entah di mana dia kehilangannya. Kemungkinan besar, tertinggal di halte bus. Dia merasa sempat memegangnya saat keluar dari gerbang sekolah. Begitu sampai rumah dan saya telepon, ada nada tunggu tapi tidak diangkat. Beberapa kali saya coba tetap begitu. Sayang sekali Butet mematikan GPS-nya. Kami tidak bisa melacaknya. Saya segera memblokirnya dan memasang pesan untuk menelepon nomor ponsel saya jika ada yang menemukan ponsel Butet itu. Tetap berharap, orang baik yang menemukannya...

Saat menjelang maghrib dan mencoba menelepon lagi tapi langsung masuk ke kotak pesan, saya segera memblokir sim card-nya dan memesan yang baru, karena memang membutuhkannya. Biar Butet memakai hp tuanya saja dulu sebelum kami memutuskan apakah akan membelikannya yang baru atau menunggu dulu sebagai pelajaran...

Saat saya membelikan ponsel untuk ulang tahunnya Desember lalu (ya, umur ponselnya belum enam bulan!), saya sudah berpesan padanya untuk berhati-hati. Ponselnya itu bukanlah barang mahal. Memang saya dan suami tak melihat manfaat membeli ponsel mahal. Yang di bawah 150 euro (sekitar 2 juta Rupiah) saja cukup. Yang penting fungsionalitasnya; prosesor yang cukup cepat, memori yang cukup besar, dan versi Android yang cukup aktual. Dan ini bisa didapatkan dengan budget yang kami tetapkan itu! Singkatnya, ponsel Butet adalah ponsel yang biasa-biasa saja. Namun, karena masih baru, terlihat seperti barang mahal. Penampakannya mungkin menarik perhatian orang yang berniat tidak baik. Karenanya, saya minta Butet untuk tidak menentengnya suka-suka. Keluarkan saat memerlukan saja. Dan buat saya, Butet sudah lengah dan dia harus bertanggung jawab...

Kemarin, saya tak menjemput Butet. Padahal prakiraan cuaca agak mengkhawatirkan. Siaga kuning untuk ujan berpetir disertai angin kencang... Memang dari awal dia berniat untuk ke terminal bus, menanyakan di kantor pelayanan. Siapa tahu ada yang menemukan dan menitipkan ponselnya di sana...

Dan benar! Ponsel Butet ada di kantor terminal. Ponselnya pun bisa kembali ke tangannya! Meski tentu sampai saat ini hanya berfungsi sebagai browser saja. Karena sim card-nya sudah terlanjur diblokir dan yang baru belum sampai...

Yang begini ini membuat kita positif, masih banyak orang baik di luar sana. Masih banyak orang jujur yang tak mau mengambil apa-apa yang bukan haknya. Masih banyak orang pemurah yang meluangkan waktunya melaporkan barang temuannya...

Oh ya... Kalau kemarin saya biarkan Butet pulang sendiri, itu karena di pagi hari terlihat cerah. Dan ada perubahan diprakiraan cuaca. Dan sorenya, Butet benar bisa pulang dengan aman dan lancar. Dan bahagia bersama ponselnya!... 😉


Comments

Popular posts from this blog

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi

Pindah or not Pindah