Bakda Kupat

Saya memang tidak menyiapkan menu Lebaran di 1 Syawal. Sejak menikah dan merantau, kami biasa merayakan Lebaran di Konsulat. Namun kalau diingat-ingat, memang dari kecil saya tak biasa menyantap menu Lebaran di rumah! Karena di hari Lebaran, keluarga kami masih termasuk yang harus berkujung. Alias bisa makan-makan sepuasnya di rumah kerabat yang lebih senior!

Ketupat baru ada di rumah saat tanggal 8 Syawal. Tradisi Jawa merayakan hari ini sebagai Bakda Kupat, Lebaran Ketupat. Dimaksudkan menandai berakhirnya puasa sunah Syawal yang 6 hari. Puasa atau tidak, saya tetap ingin merayakannya. Untuk melestarikan dan mengenalkan budaya kampung halaman saya kepada suami dan anak-anak saya...

Menu ketupat yang saya kenal di keluarga saya terdiri atas ketupat--tentu saja!--, opor, gudeg, dan sambal goreng kentang. Mungkin menu ini berbeda di daerah atau keluarga lain. Tapi begitulah yang saya ingat. Dan begitu pula yang biasa saya siapkan untuk Bakda Kupat kami...

Ketupat

Di Indonesia, mudah saja membedakan antara ketupat dan lontong. Ketupat berbungkus daun kelapa, sedangkan lontong daun pisang. Kalau yang berbungkus plastik? Disebut apa?...

Saya menyebutnya ketupat karena bentuknya yang persegi. Tapi ada teman yang menyebutnya lontong. Saya lupa alasannya apa...

Ketupat saya, terbuat dari beras yang sudah dikemas per saset. Kemasannya berupa plastik berlubang-lubang yang memang spesial untuk memasak. Beras seperti inilah yang dulu saya kenal untuk pertama kali saat datang di Prancis 20 tahun yang lalu. 

Cara memasak standarnya adalah dengan memasukkannya dalam air mendidih selama 15 menit, kemudian ditiriskan. Nasi yang dihasilkannya ambyar, tidak pulen, dan tidak wangi sama sekali! Saya dulu biasa memasaknya agak lebih lama ketimbang yang disarankan...

Untuk membuatnya menjadi ketupat, saya memasaknya selama 2 jam. Dengan tidak lupa memastikan bahwa beras selalu terendam air. Setelah 2 jam, dinginkan dulu sempurna sebelum dipotong-potong...

Dari pengalaman, beras yang ideal untuk membuat lontong adalah beras thai. Namun beras ini jarang sekali yang dikemas saset begini. Pilihan lain adalah beras panjang. Yang jelas, jangan beras basmati saja...

Opor Ayam

Opor ayam ala saya, dimasak dengan bumbu bubuk kering. Bawang putih, ketumbar, dan kunyit saja. Plus kacang mete cincang sebagai pengganti kemiri yang jarang ada... Tak lupa santan dan garam, tentunya...

Resep ini diberikan oleh asisten adik saya di Solo yang dulunya sempat memiliki warung sendiri. Dan setelah mencoba beberapa variasi, resep ini yang paling cocok untuk saya. Saya merasakan kemiripan dengan opor khas Solo yang gurih ringan. Beberapa teman bertanya-tanya mengapa tak menambahkan sereh? Dan saya justru heran, kenapa sereh? Kan bukan gule?... Tapi mungkin itu resep opor ala daerah lain. Euh... Atau ala keluarga lain?... Tidak boleh main klaim kan ya!?...

Gudeg

Kalau orang lain menanyakan di mana rendang, saya lebih memilih menambahkan gudeg. Gudeg dengan nangka muda kalengan saya sudah terkenal di antara teman-teman di sini. Saya rasa bukan karena super duper lezat. Hanya karena kami jarang makan gudeg saja. Apalagi mereka yang bersuamikan bule dan tak suka masakan Indonesia. Mereka enggan masak gudeg karena tak ada yang makan. Padahal saya bisa bantu, sebenarnya...

Gudeg saya sederhana saja. Bawang merah, bawang putih, ketumbar--yang semua itu berbentuk bubuk kering--, kacang mete cincang, gula jawa, santan, dan garam. Saya suka menambahkan daging sapi bertulang sumsum. Dari bagian paha, misalnya...

Kalau menambahkan paha sapi, tumis dulu dengan bumbu-bumbunya hingga berubah warna. Tutup sampai sekira setengah empuk. Tak perlu menambahkan air!

Ini adalah tips dari ibu saya yang tidak jago memasak; kalau memasak daging, jangan tambahkan air. Cukup ungkep dengan bumbu saja. Air kaldu akan keluar dari daging. Daging empuk dan lebih gurih. Dan dari pengalaman, tips ini memang manjur!...

Setelah daging matang, baru masukkan nangka dan santan. Masak sekira satu jam dengan api kecil sampai nangka matang dan daging empuk. Kalau ingin lebih coklat, tambahkan kecap. Heu, modifikasi, nih, ceritanya. Sudah tidak orisinil lagi, rasa gudegnya...

Sambal Goreng Kentang

Kentang dipotong kotak-kotak, digoreng sebentar. Masukkan bumbu-bumbu yang terdiri dari bawang merah, bawang putih, cabe, dan garam. Tambahkan santan. Sudah, begitu saja...

Bukannya hati sapi, saya lebih sering menambahkan udang di sambal goreng kentang. Ya, bukan ebi. Tapi udang sekalian. Selain karena memang susah mendapatkan ebi, menu jadi lengkap; ada daging putih dari ayam di opor, daging merah dari sapi di gudeg, dan produk laut di sambal goreng kentang-udang. Maunya ditambah krecek. Tapi sampai saat ini, saya belum menemukan krecek yang bukan terbuat dari kulit babi di toko-toko Asia di sekitar tempat tinggal kami...

Bakda Kupat Hari Ini

Biasanya, saya mengundang teman-teman dekat, ibu-ibu Indonesia, untuk merayakan Bakda Kupat. Tapi karena pandemi, tentu itu tidak memungkinkan... Tahun lalu, kami masih berempat. Masih ada Ucok. Dan anak-anak masih sekolah jarak jauh. Makan siang dan malam berempat. Meski begitu, menu Bakda Kupat kami masih bersisa dan bisa untuk makan lagi keesokan harinya...

Hari ini saya ragu untuk memasak. Kami cuma bertiga. Tapi rasanya tak lengkap Bakda Kupat tanpa ketupat. Ya jelas lah ya... Karenanya, saya tetap menyiapkan ketupat dan perlengkapannya...

Tapi kali ini tak selengkap biasanya. Saya hanya menyiapkan opor ayam dan oseng buncis-tempe saja sebagai unsur nabatinya. Tidak banyak. Secukupnya saja untuk makan siang dan malam. Kebetulan Butet hanya sekolah sampai tengah hari saja karena banyak jam kosong. AlamduliLlaah masakan bisa kami habiskan dalam dua kali makan...

Hidangan sederhana yang minimalis tapi penuh makna. Sedikit mengobati kangen dengan kampung halaman... 🤗


Comments

Popular posts from this blog

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi

Pindah or not Pindah