Tak Ada Rahasia di Antara Kita

Hari Minggu yang cerah. Kami di rumah saja. Tapi kemarin, yang juga cerah, Butet keluar berdua papanya...

Kemarin suami hendak mengambil pesanan kapsul kopinya ke kota. Saya bilang ke Butet untuk ikut saja. Sekalian beli bahan untuk tugas art plastique. Meskipun sebenarnya tugasnya sudah menumpuk. Tapi sudah lama juga mereka tak keluar berdua...

Pikir saya lumayan, bisa me time. Sambil ngedit tulisan buat tantangan bulanan Mamah Gajah Ngeblog. Biasanya, saya mentok di 700-an kata. Kali ini, dibatasi 500-1250 kata kok malah bablas! Bahkan sesudah bolak-balik diedit seharian, tetap mepet di 1243. Itupun tak menghitung emoticon. Dan belum termasuk caption fotonya yang alhamduliLlaah tak masuk hitungan!

Ternyata tak lama bapak-anak keluar. Tak sampai dua jam sudah mengetuk pintu. Pulang-pulang, Butet langsung curhat. Cerita panjang-lebar. Seperti kebiasaannya kalau pulang sekolah saja. Terutama ngomel-ngomel karena diajak papanya ke Starbuck!...

Buat Butet, Starbuck sungguh tak hygienis. Apalagi tak ada yang menarik buatnya. Donat yang dibelikan papanya tak menarik. Malah saya yang akhirnya memakannya! Eh?... 

Saya sendiri heran kenapa suami ke sana. Setelah memborong kapsul nespresso gitu lho!...

Butet cerita panjang lebar tentang perjalanan Sabtu siang bersama papanya. Sementara papanya langsung kembali berkutat dengan komputernya di kamar setelah mencicipi salah satu jenis kopi barunya...

Saat makan malam, suami hendak bercerita, "Tadi kami mau beli alat pijat ..." yang langsung dipotong Butet, "Aku sudah cerita".

"Oh ya?" papanya heran. 

Kami pun membahas lagi tentang alat pijat yang hanya tinggal satu di toko. Sudah terbuka kotaknya. Entah berapa tangan yang mencobanya. Karenanya, mereka memutuskan untuk tak membelinya meskipun tertarik...

"Tadi di jalanan rame sekali. Ada mobil yang mengklakson berkali-kali," suami mencoba memulai cerita lain.

"Aku juga sudah cerita!" potong Butet cepat. 

"Masak?" papanya melongo lagi. "Kapan gitu?"

"Begitu pulang tadi," jawab saya sambil tertawa.

Suami saya lalu mendaftar peristiwa sepanjang mereka jalan-jalan. Menanyakan apa sudah diceritakan. Lalu saya ikut menambahkan ini-itu yang terlewat olehnya. Dan dia makin terheran-heran...

Baru sadar dia, bagaimana anak gadisnya yang terlihat pendiam itu sebenarnya adalah sebuah moulin à parole. Apa ya, bahasa Indonesianya? Anak yang ceriwis lah... Kalau bahasa Jawa malah ada istilah anteng kitiran. Anteng kitiran itu lebih ke gerak fisik, biasanya. Kitiran saja lebih anteng, begitu. Kalau Butet ini dalam hal vokal... 

Gantian saya tes suami tentang beberapa hal yang saya yakin dia malah tak menangkap selama jalan-jalan mereka berdua. Dan benar saja! Pengamatan dan komentar Butet hanya disampaikannya ke saya. Tidak ke papanya! 

Jadi saya lebih tau tentang perjalanan mereka ketimbang yang jalan-jalan sendiri?

Hahaha...

Jadi kalau ada Butet di samping Anda, jangan harap menyembunyikan sesuatu pun dari saya!...

Semoga komunikasi saya dan Butet tertap terjaga akrab selamanya ya... Aamiin... 🙏


Comments

Popular posts from this blog

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi

Pindah or not Pindah