Tentang Lutut

Sakit lutut yang ini, dimulai Desember kemarin. Sekitar tanggal 20an lah. Ingat karena saat itu menjelang saat Ucok mudik. Meski tak berani nyetir malam, sempat terpikir untuk menjemputnya sekeluarga dengan Uber. Tak jadi karena untuk jalan pun susah. Dan ingat, karena sempat dicatat di blog juga...

"Yang ini". Karena sebelumya saya pernah sakit lutut di tahun 2017. Ingat karena ada hasil rontgent-nya. Namun saat itu jenis sakitnya berbeda...

Tak Bisa Ditekuk

Waktu itu saya ingat sakit lutut di luar rumah. Saat mau pulang sesudah menyaksikan pertandingan anggar si Butet. Kami tak dapat tempat duduk. Berdiri lama. Pertandingan berlangsung lambat, pula!

Saat mau memasuki mobil, kaki kiri saya mendadak kaku. Sakit untuk ditekuk. Tak bisa susuk masuk mobil. Padahal kan saya harus menyetir! Jarak jauh, pula!

Saya duduk sejenak. Mengistirahatkan kaki. AlhamduliLlaah beberapa menit kemudian, enakan. AlhamduliLlaah tak kambuh dalam perjalanan. Selamat sampai di rumah...

Saya berkonsultasi ke dokter dan diminta rontgent. Tak ada apa-apa, katanya. Mungkin karena posisi berdiri kelamaan saja. Jadi tak ada kelanjutannya...

Setelah itu, sepertinya sempat beberapa kali terasa sakit. Soalnya saya sempat dirujuk ke podolog. Tapi tidak berlanjut karena pandemi...

Tak Bisa Diluruskan

Sakit lulut yang ini, masih sama lutut kiri. Tapi bukannya tak bisa ditekuk, kali ini saya kesakitan saat meluruskan. Sakit di bagian belakang kaki. Sakitnya seperti kram. Tapi justru posisi agak ditekuklah yang paling nyaman...

Sakit pertama kali di bulan Desember hanya berlangsung 2-3 hari saja. Karenanya, saya tak terlalu memikirkannya. Saya lewatkan dengan menempelkan salonpas saja. Dan istirahat. Kebetulan pas libur Natal juga...

Sakit ke dua, terjadi tepat malam sebelum Ucok harus kembali ke Swedia! Kali itu, sakitnya lama. Hampir seminggu! Tadinya saya mau membiarkannya juga. Tapi saat cerita ke teman yang punya masalah lutut juga, saya dimarahinya. Dimintanya saya segera periksa ke dokter. Dan saya ikuti sarannya...

Dari dokter umum, saya mendapatkan ilmu bahwa lebih baik mengompres lutut dengan kompres dingin saja. Dokter meminta saya melakukan rontgent dan USG. Dari sana, kembali lagi ke dokter umum. Dokter merasa masih belum cukup untuk membuat diagnosis. Saya diminta melakukan MRI...

Pengalaman MRI

Alat untuk MRI hanya ada di rumah sakit. Karenanya, cukup sulit juga untuk mendapatkan slot janji temu. Menelepon tanggal 4 Januari, saya baru mendapatkan tempat untuk 23 Februari kemarin. Malam...

Janji temu Rabu, Senin dini hari saya terbangun karena lutut sakit lagi! Butet pun terpaksa kembali sekolah naik bus. Bahkan sampai pagi tadi. Tapi itu karena Butetnya sendiri yang memilih...

Rabu itu masih sakit. Saya memilih ke rumah sakit naik bus. Tak mau mengambil resiko. Apalagi Suami di luar kota. Saya tinggalkan Butet sendirian di rumah. Saya harus bisa pulang!...

Jadwal saya MRI jam 17.45. Relatif on time. Ada dua alat MRI di rumah sakit Cannes. Hanya satu orang yang mengantri di depan saya di bagian administrasi. Cepat saja petugas mengambil resep dokter, meminta saya mengisi kuesioner, dan membayar 55 euros yang tak ditanggung oleh jaminan sosial dari 200++ euros total biayanya, yang ini nantinya akan diganti oleh asuransi perusahaan...

Jam 6 saya sudah dipanggil masuk. Di dalam ada beberapa kabin bertirai. Saya diminta masuk ke salah satunya untuk melepas sepatu. Tak perlu lepas celana, katanya...

Tak berapa lama, saya dipanggil ke ruang MRI. Diminta berbaring di tempat tidur periksa. Lutut ditempatkan, dan kaki dijepit supaya tak bergerak. Salah satu dari dua perawat memasangkan headphone. Untuk menahan berisik, katanya...

Tempat tidur bergeser masuk. Hanya kaki saja. Dari pinggang ke atas masih di luar. Perawat memberitahukan bahwa pemeriksaan berlangsung 5 menit, lalu meninggalkan saya sendiri di ruangan...

Saat mesin mulai menyala, berisiknya luar biasa! Saya mulai merasakan kepanikan! Mulai kehilangan nafas. Sempat terpikir mau teriak minta break dan menghirup obat asma. Tapi saya coba mengatur nafas. Saya turunkan sedikit masker saya ke bawah hidung. Bismillah, semoga aman. Perlahan saya bisa mengatur nafas. Lega luar biasa saat semua usai...

Perawat masuk menanyakan apakah saya baik-baik saja. Lalu saya diminta kembali ke kabin sebelumya. Menunggu hasil sambil menyetabilkan diri...

Beberapa menit kemudian perawat masuk membawa hasilnya. Meminta saya menunggu dulu, sampai dokter datang. Sayangnya dokter terlihat buru-buru. Saya tak leluasa bertanya. Beliau hanya menyarankan untuk kembali konsultasi ke dokter yang meresepkan MRI saya...

Lalu?

Siang tadi saya kembali ke dokter umum. Dokter mendapati tekanan darah saya rendah. Apakah lelah? Banyak pikiran? Saya bilang mungkin karena saya terlalu memikirkan tentang lutut saya...

Singkatnya, dokter menyarankan saya untuk segera berkonsultasi ke spesialis orthopedi. Tidak ada yang berbahaya di lutut saya. Namun itu demi kenyamanan saya sendiri. Karena sakit lutut saya bisa datang sewaktu-waktu. Yang tentunya sangat tidak nyaman sekali...

Saya sudah sempat mencari spesialis yang dirujuk dokter. Paling cepat untuk bulan April. Ramadan. Apa saya mau mengambilnya? Atau menunggu sesudah lebaran saja?...

Entahlah... Besok pikir lagi. Saat ini saya sudah lelah. Tapi saya berhasil update profil podcast KLIP dan mem-publish satu podcast lho! Dapat notifikasi nggak? Follow KLIP dong ah!... 😉


Comments

Popular posts from this blog

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi

Pindah or not Pindah