Lutut: Episode Podiatris

Pagi tadi saya terbangun dengan lutut sakit! Tapi alhamduliLlaah tak lama. Sesudah Subuh, saya istirahatkan, dan hilang sendiri... Pasalnya, siang ini saya ada janji temu dengan podologue, podiatris (ahli kesehatan kaki) untuk membuat sol sepatu spesial...

Ceritanya bermula dari Kamis 5 Mei lalu, saat saya berjanji temu dengan orthopediste, ahli ortopedi, dokter spesialis tulang. Janji temu yang cukup lama juga saya tunggu. Sudah dibuat sejak akhir Februari lalu!...

Tapi memang saya agak sengaja. Mencari waktu di luar Ramadan. Sedangkan janji temu dengan dokter spesialis di Prancis standar tunggunya memang satu-dua bulan. Sebulan sesudah akhir Februari saja sudah masuk April. Tak ada satupun dokter, dari sekian jumlah dokter dari 3 rumah sakit sekitar tempat tinggal saya yang memiliki slot kosong sebelum Ramadan!

Saya mengambil spesialis pertama yang ada. Tidak memilih-milih. Padahal dokter umum yang memberi rujukan, memberi rekomendasi nama-nama dokter tertentu. Biar saja. Yang penting cepat. Saya ingin lekas tahu masalah lutut saya apa. Dan penyelesaiannya, tentu saja!...

Janji temu saya buat secara online. Hanya ada 3 slot yang tersedia Kamis siang. Saya ambil yang terakhir 14.45. Sengaja mencocokkan dengan bus yang kl dari rumah saya amat sangat jarang yang lewat depan rumah sakit. Hanya satu per jamnya. Dan kebetulan ada yang sampai rumah sakit pukul 14.15. Tepat seperti yang dimintakan oleh aturan rumah sakit; 30 menit sebelum janji temu!...

Kebetulan, Kamis itu sahabat saya libur kerja dan mengajak bertemu. Saya undang sekalian ke rumah, dan saya bilang terus terang apakah bisa saya memanfaatkannya? Jalur ke rumahnya bisa melewati rumah sakit. Dan dia bilang bersedia! Jadilah saya diantarnya. Tak perlu deg-degan menunggu bis yang suka terlambat atau datang terlalu cepat...

Janji Temu di Rumah Sakit

Rumah sakit adalah salah satu dari sedikit tempat yang masih mewajibkan masker dan sertifikat vaksin lengkap. Kontrol dilakukan di pintu masuk. Scan QR-code, cepat saja...

Masuk rumah sakit, mengambil nomor antrian dari mesin otomatis. Saya menunggu sebentar saja sebelum dipanggil ke loket. Saya serahkan carte vitale (semacam kartu jaminan kesehatan) dan mutuelle, asuransi kesehatan opsional yang milik saya ditanggung oleh kantor tempat suami bekerja. Petugas memberi saya surat pengantar yang nantinya harus diserahkan ke bagian ortopedi. Tak ada yang harus saya bayarkan. Gratis. Memang begitu untungnya konsultasi di rumah sakit pemerintah...

Saya diarahkan menuju unit Ortopedi. Di sana saya disambut sekretaris yang terlihat sibuk mengatur beberapa pasien yang sepertinya datang beberapa saat sebelum saya. Kebanyakan berkursi roda. Bahkan ada yang di tempat tidur rumah sakit segala. Sepertinya memang pasien rawat inap...

Sekretaris mengambil surat pengantar dari resepsionis tadi, juga berkas-berkas pemeriksaan lutut saya sebelumnya. Lalu saya dipersilakan duduk di ruang tunggu yang cukup luas... 

Saya lupa jam berapa saya dipanggil masuk. Tapi tak merasa menunggu lama. Yang jelas, saya ingat, sudah menunggu bus untuk pulang sebelum setengah 4...

Cepat saja waktu konsultasinya. Padahal saya merasa mendapat banyak sekali informasi dari Pak Dokter yang ramah menjelaskan tanpa diminta. Sampai saya agak sungkan banyak bertanya lagi. Bagaimana tidak? Spesialis tulang ini menyatakan bahwa tidak ada masalah dengan lutut saya selain bahwa memang karena "sering digunakan"!!!

Dokter menyatakan bahwa "normal" kalau lutut saya sakit sekali-kali. Pelumas lutut berkurang seiring waktu. Untuk beberapa orang, proses pengurangan pelumas lutut ini lebih cepat daripada yang lain. Dan itu natural. Bukan karena saya kurang ini-itu atau teralu banyak ini-itu...

Dokter tidak meminta saya lebih banyak olah raga, misalnya. Dan malah melarang melakukan olah raga yang terlalu membutuhkan lutut. Dokter juga tidak meinta saya menghindari makan sesuatu. Sama sekali! Hidup normal saja, seperti biasa. Banyak gerak, makan sehat, tapi tak ada pesan spesifik tertentu!

Tapi memang ada kista di bagian belakang lutut saya. Kista yang tidak berbahaya. Namun karena kurangnya pelumas lutut, kista ini jadi mudah bengkak jika saya melakukan gerakan yang tidak bagus. Dan itulah yang membuat saya kesakitan untuk meluruskan kaki...

Sol Sepatu

Tidak seperti dokter umum yang sebelumnya memperkirakan kemungkinan untuk operasi atau infitrasi, dokter spesialis ini menyatakan tidak perlu. Tulang saya masih dalam kondisi bagus. Operasi dan infiltrasi malah beresiko merusak tulang! 

Operasi jelas belum perlu, katanya. Tapi beliau tetap meresepkan infiltrasi jika memang sakit saya berkelanjutan, makin sering, makin lama, atau makin intens...

Dokter meresepkan sol sepatu khusus. Saya diminta mencoba minimal 2 bulan sebelum memutuskan untuk melakukan infiltrasi. Sambil dipesankan untuk berhati-hati dalam bergerak, dan langsung beristrahat jika terasa sakit lutut...

Dan setelah ditunda-tunda, saya membbuat janji dengan podiatris dua minggu yang lalu untuk tadi siang, untuk membuat sol sepatu itu. Baru diukur. Seminggu lagi jadi. Sesudah itu harus dicoba dahulu selama seminggu, lalu dicek lagi. Jika perlu perlu penyesuaian, harus datang seminggu lagi. Jika tidak, bisa dilanjutkan...

Seperti ahli ortopedi, podiatris menyatakan bahwa sol sepatu ini kemungkinan besar tidak akan menyelesaikan masalah. Sol hanya akan membantu memperbaiki postur dan mengurangi tekanan di lutut saja. Beliau menjelaskan panjang-lebar, apalagi karena sol sepatu ini tidak murah, dan hanya diganti 25%nya saja oleh jaminan kesehatan...

Lalu?

Saya ingat bahwa konsultasi dengan ahli ortopedi tak lama sesudah KDrama Thirty Nine selesai saya tonton. Saat itu saya merasa related sekali dengan kisah pada drama. Bagaimana salah satu tokohnya harus bisa menerima kenyataan bahwa dia sudah terkena penyakit kronis di usianya yang masih cukup muda. Mungkin saya juga harus menerima kenyataan sebagai orang yang dilahirkan dengan pelumas lutut yang rapuh... 

Sejak dari konsultasi dengan dokter tulang itu, saya lebih berhati-hati. Jika merasa mulai sakit sedikit saja, saya langsung berhenti seperti yang disarankannya. Dan memang sakit mereda kalau saya tak memaksa...

Sempat dua kali benar-benar kambuh juga sih. Keduanya karena kelelahan. Yang pertama agak lama karena saya terpaksa nekat menyetir menjemput Butet saat sakit di sekolah. Yang ke dua sakitnya tak begitu menyiksa, karena saya memaksa diri untuk mengistirahatkannya...

Sakit lutut tadi pagi, sepertinya disebabkan karena kemarin saya terlalu lama duduk. Dari pagi hingga sore, saya di depan komputer mengejar target editan podcast. Belum pernah saya duduk selama itu. Dan hari ini saya tak memaksa duduk lama meski konsekuensinya jadi cukup terlambat dalam penyelesaian tugas saya...

Konsultasi panjang ternyata belum bisa menyelesaikan masalah. Namun paling tidak, mulai ada penjelasan kenapanya, dan bagaimana saya harus bereaksi untuk menghindarinya...

Kesakitan dulu-dulu sepertinya karena kesalahan saya sendiri yang sok kuat. Memaksakan tetap beraktivitas padahal seharusnya diam istirahat. Berhenti sebentar untuk nantinya mulai lag dengan kecepatan normal, lebih baik daripada terus bergerak tapi dengan slow motion. Ambil resiko berhenti lama jika makin memaksa, pula!...

Menerima kenyataan, oke. Tapi berusaha untuk meminimasi konsekuensi, tetap harus lah ya!...


Comments

Popular posts from this blog

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi

Pindah or not Pindah