Adaptasi Beragama

Ramadhan hari ke empat. Libur sekolah hari ke lima...

Langit masih berawan tipis. Angin dingin berhembus seharian. Tapi toh kami tak perlu ke mana-mana...

Pagi tadi saya memasak nasi goreng dan menggoreng corned beef untuk sahur. Kemarin kami memesan burger untuk berbuka. Mumpung ada promo beli 1 menu dapat 1 burger gratis. Promo Ramadhan? Meski tak disebutkan secara eksplisit begitu, boleh kan, saya ambil kesimpulan sendiri!?...

Nasi yang saya masak merupakan sisa dua hari yang lalu. Belum tuntas meraba penyesuaian kuantitas masakan sejak Ucok merantau, sekarang sudah harus adaptasi lagi dengan penyesuaian kuantitas di masa Ramadhan. Memang biasa masak nasi untuk dua kali makan bertiga. Namun meski sama-sama dua kali makan, kuantitas untuk sahur sepertinya tidak bisa disamakan dengan kuantitas makan siang...

Pagi tadi saya mengikuti rangkaian pertama dari pengajian PERMIIP bekerja sama dengan Dompet Dhuafa Cordofa melalui zoom. Pengajian kerja sama ini rencananya diadakan 4 kali, Jum'at dan Senin, mulai hari ini...

Pengajian hari ini diisi oleh ustadzah Mimi Jamilah Mahya, membahas mengenai komunikasi dengan anak. Dari situ saya melihat betapa indahnya Islam. Hal-hal yang serasa sederhana, seperti kapan waktu ideal untuk memberi nasihat pada anak, ada tuntunannya! Sopan santun dalam menuntut ilmu, ada detilnya. Masya Allah...

Salah satu yang sangat mengena dari pengajian tadi adalah tentang adaptasi dengan budaya lokal. Kita tidak boleh memaksakan untuk menerapkan nilai-nilai kita jika tidak bersesuaian dengan nilai-nilai lokal. Kita harus bisa memodifikasi penerapan nilai, disesuaikan dengan nilai yang berlaku setempat...

Misalnya dalam hal berbagi. Dalam Islam jelas dianjurkan untuk berbagi dengan sesama. Tapi karena menurut aturan Prancis tidak boleh membawa makanan ke sekolah, ya jangan memaksa berbagi makanan di sekolah! Berbagi makanan dengan teman-teman kan bisa dilakukan di luar sekolah. Saat bermain di taman, di rumah, ... Jangan sampai hanya untuk ngotot mempertahankan satu nilai, malah Islam seutuhnya yang terkena imbas negatifnya...

Kebetulan sekali tadi saya membaca berita tentang protes salah satu perhimpunan mahasiswa di Nice tentang diundurnya jam salah satu ujian, dari jam 20 ke 22.30 untuk menyesuaikan dengan waktu buka puasa. Di sini, menurut saya, perhimpunan mahasiswa berlebihan. Dan memang perhimpunan aliran ekstrem kanan. Yang tentu saja langsung disambut para tokoh politik yang beraliran sama. Apalagi menjelang Pemilu begini...

Kalau memang dosen setuju, sekretariat mampu untuk logistiknya, dan mahasiswanya sendiri mau, kenapa tidak kan!?

Mungkin perlu diperhatikan adab pemberitahuan penyesuaiannya. Harus diingat bahwa negara Prancis adalah negara sekuler. Termasuk sistem pendidikannya. Dosen/sekretariat mungkin tak perlu lah, menyebutkan bahwa penyesuaian dikarenakan jam buka puasa. Ganti jam. Titik. Saya rasa sudah cukup...

Perlu dicatat bahwa polemik ini tidak jelas situasi sebenarnya... Ujian jam 22.30? Memang online, tapi tetap saja... Dan dari e-mail yang di-capture dan disebar di tweeter, sepertinya dosen sudah menerima beberapa permintaan perubahan sebelumnya dan sudah lelah "cela commence à devenir pénible"...

Saya tak tahu apakah semua mahasiswa berada di Nice. Mengingat saat ini sedang kuncitara, bisa jadi para mahasiswa tersebar di seluruh Prancis. Dan jam buka puasa sangat bervariasi di negara empat musim ini! Sungguh tidak praktis meminta penyesuaian jam dengan waktu buka. Namun penentuan ujian yang dari awal di jam 8 malam sepertinya bisa dipertanyakan juga...

Berdasarkan circulaire N°2004-084 tanggal 18 Mei 2004 yang tercantum dalam Journal Officiel per tanggal 22 mai 2004 :

"Des autorisations d’absence doivent pouvoir être accordées aux élèves pour les grandes fêtes religieuses qui ne coïncident pas avec un jour de congé et dont les dates sont rappelées chaque année par une instruction publiée au Bulletin Officiel. En revanche, les demandes d’absence systématique ou prolongée doivent être refusées dès lors qu’elles sont incompatibles avec l’organisation de la scolarité. L’institution scolaire et universitaire, de son côté, doit prendre les dispositions nécessaires pour qu’aucun examen ni aucune épreuve importante ne soient organisés le jour de ces grandes fêtes religieuses."

"Ijin absen harus dapat diberikan kepada siswa untuk hari raya keagamaan besar yang tidak bertepatan dengan hari libur nasional dan tanggal yang dirayakan setiap tahun oleh instruksi yang diterbitkan dalam Buletin Resmi. Di sisi lain, permintaan absen yang sistematis atau berkepanjangan harus ditolak jika tidak sesuai dengan penyelenggaraan sekolah. Institusi sekolah dan universitas, pada bagiannya, harus membuat pengaturan yang diperlukan untuk memastikan bahwa tidak ada ujian atau ujian utama yang diselenggarakan pada hari raya keagamaan besar ini."

Dan ini juga yang menjadi salah satu argumen perhimpunan mahasiswa yang protes tadi; Ramadhan tidak termasuk hari raya besar, tidak seperti Idul Fitri atau Idul Adha...

Memang harus berbekal banyak sabar dalam menjalankan agama di negara sekuler seperti Prancis. Namun semoga bisa menjadi tambahan pahala, terutama di bulan suci Ramadhan ini. Aamiin... 😇



Comments

Popular posts from this blog

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi

Pindah or not Pindah