Sebelum Kembali SFH

Hari ini Butet memilih pulang naik bus bersama teman-temannya. Padahal bawaannya banyak. Dia harus mengosongkan lokernya, membawa pulang semua buku-buku sekolanya. Karena hari ini, hari terakhir masuk sekolah seara presentielle, di kelas. Mulai Selasa, dimulai pembelajaran secara distancielle, jarak jauh, sfh...

Saya sudah menawari untuk menjemputnya dengan mobil. Namun Butet tak mau. Entah kapan bisa bertemu teman-temannya lagi, katanya. Dia memang yang paling mendukung lockdown di rumah. Dan yang paling optimis bahwa lockdown 3 ini bakal diperpanjang lagi...

Optimis, atau pesimis, itu ya?... 🤔😅

Untuk mengosongkan lokernya, Butet sudah mencicil dari kemarin. Masalahnya, dia pulang tidak hanya membawa buku sekolah saja. Tapi dia juga membawa buku-buku fiksi, hasil pinjam-meminjam dengan tema-temannya...

Meski selama lockdown masih bisa mengatur bertemu sekedar bertukar buku, tapi gadis-gadis remaja itu memilih untuk menghindarinya sedapat mungkin. Mereka tak cuma saling mengembalikan buku-buku pinjaman sebelum SF dimulai. Namun juga saling memesan, meminta pinjaman buku lain lagi...

Dari pinjam-meminjam itulah Butet mendapatkan informasi mengenai buku remaja dan young adult, yang di situ, saya benar-benar gelap... 

Dulu, untuk Ucok, rasanya saya tak terlalu susah membeli buku untuknya. Saat SMP, petualangan menjelajahi waktu menarik minatnya. Dia mengikuti seri Ulysse Moore. Dia suka mythologi. Serie Percy Jackson dihabiskannya. Lalu berlanjut ke serial mythologi karya Rick Riordan yang tentang Yunani. Setelah itu dia meminati manga. Dia lebih membaca di internet ketimbang membeli. Jadi hanya ada Full Metal Alchemist. Itupun tak lengkap...

Buku-buku Ucok, kebanyakan saya baca juga. Bahkan seringkali saya baca terlebih dahulu sebelum saya berikan padanya. Saya dan suami cukup ketat memperhatikan rating umur. Tak cuma untuk film dan game, tapi buku juga. Namun rating memang tak bisa dijadikan patokan saklek...

Ada satu seri yang sempat diikutinya lalu saya stop. Untuk buku dengan rating 10 tahun ke atas, buat saya terlalu banyak muatan erotiknya. Mungkin memang masuk buat budaya Prancis yang lebih menyensor kekerasan ketimbang muatan seksual. Tapi buat nilai yang kami pegang, buku itu masih berlebihan...

Karenanya, saat kemarin Butet tertarik pada sebuah buku yang baru saja terbit edisi poche-nya, dan lalu melihat ada review bahwa buku itu terlalu banyak mengandung kekerasan, saya jadi tertohok juga. Mengapa begitu gegabahnya membeli buku tanpa mencari informasi terlebih dahulu?

Saya dan Butet bersama-sama mencari rating umur buku La Facheuse itu. Ada bermacam-macam! Antara 10 sampai 13 tahun. Tak lebih. Harusnya masuk, untuk usia Butet...

Memang yang menyatakan bahwa buku ini mengandung banyak kekerasan adalah review buku versi aslinya, dalam bahasa Inggris. Apakah penerjemahannya melalui sensor? Apalagi mengingat buku ini dikategorikan sebagai buku remaja dan rating kekerasan di Prancis termasuk ketat...

Pulang sekolah tadi, Butet membawa 2 buku hasil meminjam dari temannya. Lalu ada satu buku yang kami beli kemarin yang sudah mulai dibacanya. Saya pun membaca La Facheuse untuk meraba-raba tingkat kekerasannya. Apakah benar-benar bisa diberikan ke Butet?

Mungkin akan saya tuliskan lagi nanti perkembangannya. Yang jelas, sampai bab 10 dari 40 bab, buku ini menarik juga... 😏

Selamat Hari Buku Anak Internasional! 

Comments

Popular posts from this blog

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi

Pindah or not Pindah