Dua Dekade Menjadi Ibu

Entah sudah berapa kali mengulang cerita bagaimana di hari Jumat panik ke rumah sakit karena pendarahan. Pergi naik taksi, tapi kemudian pulang naik bus dengan santainya. Masih lama. Belum ada tanda bukaan. Baiklah...

Masih ingat bagaimana pengalaman kontraksi berkepanjangan yang lalu mengikutinya. Tapi harus tenang. Harus sabar. Masih jarang. Belum teratur. Sampai Minggu siang yang rasanya sudah tak kuat lagi...

Dokter yang baik, menerima konsultasi telepon di akhir pekan begitu, menyarankan untuk segera ke rumah sakit. Karena tak ada kendaraan sendiri, dan bakal susah keluar dari kota terpencil yang ditinggali... 

Dan benar saja! Tak ada taksi yang beroperasi di Sophia Antipolis di hari Minggu waktu itu. Pun ambulans tak ada yang mau datang. Akhirnya, pompier alias pemadam kebakaran-lah yang menjadi andalan!...

Sudah lupa bagaimana sakitnya melahirkan. Tak bisa menerima bantuan obat penenang karena belum sempat konsultasi dan mengikuti berbagai tesnya. Memang perkiraan melahirkan masih cukup jauh. Masih 3 mingguan lagi... Tapi tak lupa, betapa teriak-teriak kesakitan tak ada gunanya. Dan meski dimaklumi sebagai pengalaman pertama melahirkan, rasanya tetap cukup memalukan! đŸ˜…

Masih ingat bagaimana sempat putus asa menunggu dan meminta dioperasi saja. AstaghfiruLlaahalazhiim... Untungnya di Prancis, operasi Cesar tidak bisa dilakukan on demand. Harus ada indikasi. Plus konsultasi panjang lebar dengan dokter ahli bius. Dan dokter menenangkan, Anda masih muda, pasti kuat!...

Entah bagaimana menggambarkan leganya pasangan imigran muda dengan kemampuan bahasa sangat terbatas, saat bayi itu lahir Subuh hari Senin. Sehat. Ibunya juga selamat. AlhamduliLlaah...

Tak terasa dua puluh tahun sudah berlalu...

Si ibu banyak belajar selama itu. Terutama kesabaran yang dipupuknya perlahan. Dari tak bisa mengantarkan si bayi yang sudah menjadi pemuda dewasa ke perantauan. Bersambung tak bisa bersama menikmati liburan. Lalu ulang tahun yang untuk pertama kalinya diperingati berjauhan... Bahkan rela batal menyiapkan nasi kuning, mie, ataupun kue ulang tahun untuk sekedar menandai hari istimewa karena sedang dalam pengungsian!...

Si ibu juga makin menyadari bahwa tak ada orang tua yang sempurna. Semua orang tua mengusahakan yang terbaik untuk anak-anaknya. Meski begitu, tak ada yang lepas dari kekurangan. Namanya juga manusia. Tak ada gunanya berlama mengutuki kesalahan. Tak ada gunanya berlarut dalam penyesalan. Yang penting adalah bagaimana mengambil pelajaran. Untuk kemudian memperbaiki langka-langkah ke depan...

Si ibu selalu mengharapkan kebahagiaan anak-anaknya. Juga keikhlasan untuk menerima jika kebahagiaan itu mungkin tidak di jalan yang diharapkannya sebelumnya, asal masih sesuai dengan tuntunan-Nya... 

Dari berbagai do'a yang dipintakannya, salah satunya adalah untuk tidak akan pernah memberatkan anak-anaknya...

Aamiin... Insya Allah... đŸ˜‡


Comments

Popular posts from this blog

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi

Pindah or not Pindah