Ramadan 1446 H: Hari 9
Hari ini saya bangun siang. Setelah sahur, Subuh, dan menunggu matahari terbit, tentunya. Tidur saya enak. Setelah seminggu cukup aktif dalam kondisi berpuasa, badan bahagia diistirahatkan. Bahkan Butet pun tak berani membangunkan saya, menagih rencana jalan ke pusat kota sebelum saat diprakirakan turun hujan. Padahal saya sempat terbangun saat Butet ke toilet, tapi saya tak ingat dia keluar dari sana.
Memang sejak kemarin langit bersalut awan. Pagi tadi cukup terang meski langit terlihat makin gelap saja. Angin bertiup kencang. Rupanya membawa awan. Sejak siang, mendung menggantung berat.
Butet memberanikan diri membangunkan saya jam 11. DIa masih ingin ke luar. Kalau diam di rumah saja, makin terasa lapar, katanya. Memang benar sih ya.
Kami pun lekas bersiap, dan ternyata pas dengan jadwal bus yang hanya per 30 menit di hari Minggu--hari lain tiap 10 menit. Sampai pusat kota, kami mampir ke swalayan, lalu langsung ke tujuan utama: Fnac!
Butet ingin membeli buku tentang sejarah seni. Ingin melakukan persiapan lebih mantap untuk wawancara seleksi masuk sekolah animasi pilihan utamanya. Dia merasa kurang sekali saat wawancara untuk MoPA meskipun akhirnya diterima. Namun memang, dua sekolah yang masih ingin dicobanya ini diketahui lebih ketat tahap wawancaranya. Tahap berkas juga sih. Tapi itu kan satu sudah lewat. Satu lagi dinilai bersamaan dengan wawancara.
Sebelumnya, tentu saja Butet sudah mencari informasi. Ada rekomendasi buku dari tempat bimbingannya juga. Histoire de l'Art, buku lama karya Ernst Hans Gombrich yang sudah dicetak ulang entah berapa puluh kali. Baik terjemahannya dalam bahasa Prancis, maupun versi aslinya, The Story of Art. Butet sudah mengecek di website dan ada stok 1 eksemplar di Fnac Cannes. Dan dia bisa dengan mudah menemukannya.
Buku yang tidak murah. 45 euro kurang sedikit. Saya mau membelikannya dengan enteng karena mengingat masih ada satu voucer 50 euros yang belum digunakan. Saya bahkan menawarinya membeli satu buku lagi yang sempat dia lirik di Cultura kemarin, yang sayangnya tidak tersedia di Fnac.
Untuk menghabiskan 50 euro, saya menambah satu buku yang sudah saya inginkan sejak lama dan baru keluar versi poche-nya. Lalu saya biarkan Butet membeli satu buku gambar. Untuk berlatih perspektif, katanya. Total jauh melewati 50 euros dong!? Begitulah! Hahaha.
Namun akhirnya kami batal beli. Saat sampai di kasir, kami dapati voucer tinggal 0,01€ saja! Tentu saja saya yang merasa belum pernah membelanjakannya jadi gusar. Saya mencoba menelepon suami, menanyakan apakah dia yang memakainya. Katanya tidak. Sambil menelepon, saya mencari jejak penggunaan voucer dan tidak menemukannya. Kami pun memilih mengembalikan buku-buku ke raknya.
Sebenarnya saya bisa saja membayarnya. Namun saya penasaran dengan voucer, apakah benar sudah dipakai, kapan, untuk apa, ... oleh siapa? Apakah mungkin hanya bisa digunakan secara online?
Tentu saja Butet kecewa. Saya katakan padanya bahwa bukunya akan tetap dibelikan meski misalnya voucer benar-benar tak bisa dipakai. Karena memang perlu juga, kan!?
Sampai rumah saya langsung mencoba membeli dengan voucer secara online. Dan tetap dikatakan hanya tersisa 0,01€! Saya cek lagi jejak pembelian di Fnac dan tetap tidak ada! Ke manakah perginya 49,99€ itu?
Sesiangan kepala saya tak berhenti memikirkannya. Asal benar-benar dipakai saja sih, sebenarnya tidak apa-apa. Bukan karena eror, gitu, misalnya. Sayang sekali, kita tak bisa melacak menggunaan voucernya sendiri.
Baru sore terpikir: apakah dipakai untuk membeli printer mutifungsi dadakan Oktober lalu? Saat saya cek di internet, saat ini harganya 59,99€. Tapi bisa jadi waktu itu kami beli dengan harga 49,99€, kan!?
Saat itu Butet membutuhkan scanner untuk tugas bimbingan animasinya. Printer multifungsi kami sudah terlalu tua. Sudah tak support versi Windows entah sejak yang mana. Kami belum menggantinya karena printer masih bisa berfungsi dengan wifi. Fotokopi juga masih oke. Hanya fungsi scanner-nya yang masih harus menggunakan koneksi kabel.
Sayangnya sampai menulis ini saya belum menemukan bukti pembelian printer untuk memastikannya. Hanya memang saya ingat waktu itu petugas kasir mengatakan tak perlu scan kartu pelanggan, tak ada gunanya. Karena itu, tak ada jejak pembelian printer di akun Fnac maupun email, sehingga saya sempat tak mengingatnya.
Jadi kerasa deh, gunanya digitalisasi struk pembayaran.
---
Menu kami hari ini adalah mie ayam-jamur dengan blette sebagai pelengkap, pengganti pakcoi, bokcoi, atau sawi-sawian yang biasa digunakan di Indonesia. Enak dimakan panas-panas di malam berhujan.
Comments
Post a Comment