Cas contact ou pas cas contact?

Pulang sekolah Senin kemarin Butet gusar. Salah satu sahabat di kelasnya tidak masuk sekolah setelah mengeluh demam selama weekend. Saat Butet dan teman segrupnya yang lain menyarankan untuk tes covid, si sakit menolak. Butet pun tambah gusar... Saya bilang padanya, tunggu saja dulu. Mungkin demam biasa. Apalagi sekarang sedang musim flu dan muntaber...

Saat saya menjemput kemarin siang, Butet cerita; temannya itu masuk sekolah, tapi lalu pulang karena masih merasa tidak enak badan. Butet cerita bagaimana dia dan teman-temannya menjaga jarak dengan si sakit yang masih terlihat pucat. Batuk-batuk, pula! Sebenarnya, si sakit sudah mengeluh ke orang tuanya bahwa dia masih tidak enak badan. Tapi entah mengapa mereka memutuskan untuk tetap masuk juga. Padahal pagi itu ada ulangan. Pasti tidak nyaman mengerjakan tes dalam keadaan sakit, Butet masih bersimpati...

Yang membuat dia makin kesal adalah bahwa si teman itu sudah langsung ke infirmerie (semacam UKS) begitu sampai sekolah. Infirmiere (perawat) yang bertugas mengukur suhu badannya. 38°C! Tapi nggak papa, katanya. Dan disuruhnya masuk ke kelas... Untuk mengikuti tes dan kemudian pulang karena tidak kuat...

Kemarin Butet mendapat kabar kalau temannya akhirnya tes Covid. Kabarnya, hasilnya baru bisa didapatkan 24 jam kemudian. Butet sudah bersiap kalau memang harus tes juga jika si teman ternyata positif...

Memang prosedur untuk sekolah menengah jika ada siswa yang positif, teman-teman terdekatnya juga harus tes dan karantina selama 7 hari. Kelas tetap masuk. Kalau ada 3 kasus positif di kelas yang sama, baru kelas ditutup. Untuk TK dan SD, satu kasus cukup untuk menutup kelas...

Tentu saja hari ini saya tidak tenang sama sekali. Siap sedia jika sewaktu-waktu ditelepon oleh sekolah dan diminta menjemput Butet. Butet sendiri yang tadinya berencana pulang naik bus, memutuskan meminta saya menjemputnya. Kalau-kalau belum ada kabar selama jam sekolah. Untuk mengindari jika memang temannya positif, menjadi penyebar virus di bus sebagai OTG kontak...

Tidak ada kontak dari sekolah sampai saya menjemputnya. Namun, sampai rumah, Butet mendapat kabar langsung dari temannya bahwa dia positif! Saya jadi bertanya-tanya, mengapa orang tuanya tidak segera mengontak sekolah begitu hasil tes keluar? Apakah sekolah tidak mengontak kami karena memang Butet tidak dianggap kasus kontak, atau karena sudah kemalaman saja?

Butet dan teman-teman satu grupnya berdebat panjang, apakah besok masuk sekolah atau tidak. Si teman yang positif sepertinya agak sensitif, tidak mau diajak berdiskusi. Memang dia baru belakangan ini bergabung dengan grup pertemanan Butet. Mungkin ada rasa takut menyusahkan dan kehilangan teman? Entahlah...

Grup Butet teridi dari 5 anak gadis. Salah satu teman Butet sudah memutuskan untuk tidak masuk sekolah. Yang lain masih ragu. Butet saya lihat lebih cenderung untuk tidak masuk. Bukan karena senang bolos. Sama sekali bukan! Kebetulan grup Butet ini terdiri dari anak-anak yang rajin belajar. Anak-anak baik dan pintar. AlhamduliLlaah ya... Mereka tak ingin menjadi pembawa virus saja ke sekolah. Meski mereka tak ada gejala, tapi kan siapa tahu...

Sampai saat saya menulis ini, tak ada kabar dari sekolah. Saya dan suami memutuskan untuk memboloskan Butet besok pagi. Kebetulan besok juga cuma setengah hari karena jam kosong setelah makan siang. Akan saya telepon sekolah untuk meminta ijin. Sekaligus mencari informasi, langkah-langkah apa yang harus kami ambil. Atau mungkin kami inisiatif tes covid saja sekalian?...

Tapi ternyata Butet sendiri masih ragu. Tak ada perintah dari sekolah, berarti dia tak ada hak untuk tidak masuk sekolah!... Dia meminta waktu untuk mempertimbangkan usulan kami... Kami serahkan padanya. Toh dia dalam keadaan sehat juga...

Sambil menunggu, semoga semua tetap sehat-sehat saja... 🙏


  

  

Comments

Popular posts from this blog

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi

Pindah or not Pindah