Rindu vs Pandemi

Suka kesel, kalau dengar : yah, saya mah tetep bela-belain pulang kampung, soalnya kangen sama orang tua. Repot juga saya jalanin, demi berbakti sama orang tua. Emang ribet sih, tapi kan biar orang tua seneng, bisa ketemu sama cucu-cucunya, ...

Mending-mending kalau tidak dilanjutkan dengan mempertanyakan. Tapi memang ada saja yang nanya : udah lama ga mudik, nggak kangen orang tua? 

Emang maunya saya jawab nggak tuh, nggak kangen! Gitu?...

Tapi saya masih sabar kok. Mungkin dulu... Saat usia masih 20an, saya bisa nangis seharian ditanyain begitu... Mungkin dulu.. Saat usia 30an, saya bakal ngomel-ngomelin yang nanya. Sekarang, saat usia yang dibilang jelita (aheu, istilahnya suka deh!), saya sudah tak mau lagi menanggapi. Laisse tomber! Atau dalam bahasa Indonesianya biarkan anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu. Eh? Hehehehe...

Cuman ya tolong dong, tahan diri. Jaga perasaan orang lain... Terkadang, ada situasi di mana pertanyaan yang mungkin dirasa inoffensive oleh penanya itu menjadi berat pada yang ditanya... Kita kan tak bisa benar-benar tahu, apa yang terjadi di balik keceriaan dan wajah penuh senyumnya!?...

-

19 Februari setahun yang lalu, saya dan Butet ke KJRI Marseille untuk memperbarui paspor saya. Kebetulan sudah masuk libur sekolah musim dingin. Sekalian saya ajak Butet naik bus untuk "latihan", karena nantinya di bulan Mei dia ada study tour ke Jerman naik bus, yang akhirnya batal karena pandemi. Tapi itu cerita lain lagi...

Selesai proses pengambilan data untuk paspor, saya ajak Butet ke Château Borély yang terletak tak jauh dari kantor konsulat. Kebetulan sedang ada pameran mengenai mode di Musée des arts decoratifs, de la faïence et de la mode yang berlokasi di dalam château. Butet sedang suka sekali hal-hal tentang mode. Sebelum memasuki château, kami sempatkan makan siang di taman dengan bekal sandwich yang sudah kami siapkan. Ternyata museumnya kecil, dan tak banyak dokumentasi. Hasilnya, dengan adanya pameran pun, hanya satu jam kami sudah selesai mengelilinginya. Padahal Butet termasuk yang suka detil memperhatikan koleksi museum...

Kami lalu memanfaatkan waktu mengunjungi Parc Borély, taman yang mengelilingi Château Borély. Taman ini terkenal indahnya. Banyak sekali pengunjung yang berjalan-jalan seperti kami, bersepeda, baik dengan sepedanya sendiri atau menyewa di beberapa persewaan di depan lokasi château. Ada bebek dan angsa yang berkeliaran bebas. Ada kolam dengan ikan dan kura-kura. Dan tentunya burung dara...

Jadwal bus untuk pulang masih lama, kami pun duduk istirahat sebentar di rerumputan sambil menikmati matahari musim dingin yang saat itu cerah ceria. Sambil melihat Butet asik mengejar burung dara, saya menyempatkan mengecek whatsapp. Ada pesan dari bapak di Solo; ibu masuk rumah sakit karena stroke! 

Saya langsung tersentak. Tapi lekas tarik nafas panjang. Saya sedang dalam perjalanan. Tidak sedang di rumah. Tidak boleh membuat masalah. Saya balas pesannya, dan berkirim pesan juga ke adik saya. Saya kontak suami, mengabarinya, dan memintanya menelepon keluarga di Solo karena jaringan internet di taman saat itu tidak bagus...

Saya masih bisa tenang, tidak menunjukkan kecemasan pada Butet. Bahkan masih bisa bertemu dan berbicang dengan teman yang akan balik ke Indonesia yang sudah janjian sebelumnya, meski dengan hati tercekat...

Tahun 2020 adalah jadwal kami ke Indonesia. Dengan situasi super ribet karena proses pindah rumah dan perkuliahan Ucok pun, kami tetap berencana menyempatkan ke Indonesia karena kondisi ibu itu. Tapi pandemi menahan kami. Tidak hanya karena situasi kesehatan yang sangat menahan, namun juga penerbangannya yang memang tidak tersedia...

Waktu itu saya bertekad, tahun 2021 ini harus mudik. Minimal saya dan Butet. Namun lagi-lagi situasi sepertinya belum memungkinkan... Suami saya mengingatkan tentang kondisi saya pribadi yang mengidap asma meski tidak berat; apakah kuat bermasker sepanjang penerbangan yang total sekitar 14 jam itu? Dan ditambah waktu untuk transit juga. Lalu, setelah di sana, jika ada masalah kesehatan, prosedurnya mungkin bakal tidak semudah di sini. Tanpa melupakan situasi yang sepertinya belum memungkinkan untuk jalan-jalan santai selama mudik. Belum lagi memikirkan kondisi ibunda yang masuk kategori rentan...

Jadilah saya menyusun kesabaran menghadapi kemungkinan mundurnya lagi jadwal mengunjungi ibunda di kampung halaman...

-

Tanggal 20, dua bulan yang lalu, Ucok meninggalkan rumah untuk melanjutkan studinya. Saat itu kami tidak bisa menemaninya karena situasi pandemi yang sedang dalam masa penuh ketidakjelasan. Padahal jadwal Ucok berangkat pun sebenarnya sudah disesuaikan dengan jadwal liburan tahun baru. Namun apa daya. Positif thinking berharap liburan musim dingin ini bisa ke sana...

Ternyata situasi pandemi makin parah. Pegerakan manusia diperketat. Tak cuma di Prancis, namun juga di Swedia. Sepertinya akan menyulitkan diri saja, jika memaksakan untuk pergi. Dan jelas tak akan bisa keliling Skandinavia seperti rencana...

Kalau yang ini, dari awal saya sudah mempersiapkan kesabaran dalam menghadapi kemungkinan mundurnya jadwal mengunjungi ananda di perantauan... Dan mungkin didukung yah, baru juga dua bulan. Bukan dua tahun seperti saya dengan ibunda... 

-

Kangen saya ke ibunda dan ananda kalah melawan pandemi? Ah bukan... Kangen hanya mengalah pada logika saja... Meski berat menjalaninya, semoga bisa dilihat juga sebagai tanda cinta, dengan menjaga untuk tidak mengambil resiko tanpa sadar membawa virus sebagai oleh-oleh untuk mereka...

Semoga pandemi lekas pergi, semua lekas kembali aman, agar kita semua bisa lekas nyaman, segera bisa melepas kerinduan tanpa kekhawatiran... 🙏


Comments

Popular posts from this blog

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi

Pindah or not Pindah