The Television - Revised Version

Eka was a 5 years old girl who lived in a small town in Central Java, Indonesia, in the early 1980s. Her father was a camat, a head of a kecamatan. She and her family lived in an official residence provided for him. The house was not fancy, but quite well furnished. There was even a television. A TV that worked with an accumulator, as the electricity was not there yet. They were one of the very few families in the city who had a TV. A real luxury at the time.

Every afternoon, neighbors came to their house to watch the only existing channel then, a state owned channel. They gathered at 4:30 p.m. until around 5:30 p.m. when it’s time for evening prayer. Sometimes they also came later on weekends or holidays when there was a good film, or for soccer games. When Eka’s parents hadn't come home yet from work (her mom was a university lecturer), it’s Eka who received the neighbors and turned on the TV. And it was quite often.

One day Eka’s parents were late again. They were not supposed to, that day! It made her angry. She absolutely didn't want to see people at her house. She wanted to watch TV alone. Or only with her family (who were late!). But she couldn’t just send her neighbors away. So she reduced the brightness of the TV to the lowest, and muted the volume of the sound. When people arrived, she told them, “I’m sorry, but the TV is broken. Look, there’s nothing.” She showed them by switching on the TV.

The neighbours didn’t even insist. Eka was thrilled at first. But when she saw how they left her house with disappointed looks, she felt guilt and shame. She couldn’t forget their frowning faces, nor the parents who tried to explain and console sad children. So she went into her bedroom and didn’t go out anymore all afternoon. Even when her parents finally came home bringing her favorite meal, she stayed inside and chose to skip the sate ayam.


(20210205)

kecamatan : subdistrict
sate ayam : chicken satay

---

I submitted this story for the 4th Peer-graded Assignment: Editing and Proofreading of MOOC Writing for Young Readers: Opening the Treasure Chest by Commonwealth Education Trust on Coursera. This is a revised story from The Television of the 1st assignment, with a change of the viewpoint, from first to third person...


Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Menengok Ketentuan Pemberian Nama Anak di Prancis

Image
Kalau Shakespeare bilang "What's in a name", apalah arti sebuah nama, dalam tradisi Jawa dikenal ungkapan "asma kinarya japa", nama adalah pengharapan. Nama mengandung doa. Karena itu pemilihan nama anak merupakan hal yang penting. Setiap kali kita memanggil sebuah nama, seakan kita melantunkan apa yang dimaksud dalam nama itu.  Apakah itu, yang menjadi alasan orang tua memberi anaknya nama yang panjang? Untuk menambah lengkapnya doa? Kalau anak-anak saya hanya memiliki satu nama depan—untuk selanjutnya akan saya sebut dengan "nama" saja—, itu tak disengaja. Terutama untuk si sulung. Saya dan paksu tak berencana memberi nama yang panjang juga. Dua cukup lah. Yang nantinya total jadi tiga kata, setelah ditambah nama keluarga yang diambil dari kata terakhir dari nama ayahnya sesuai aturan di Prancis. Kebetulan suami, dan juga saya, tak menggunakan nama keluarga seperti kebanyakan orang Indonesia.  Namun takdir menyatakan lain .... Kelahiran Anak Harus Di...
Read more

Menyusun Tagihan

Image
Pemilihan Umum 2024 baru saja dilaksanakan. Sampai saat saya menulis ini, penghitungan suara masih dilakukan. Tapi sudah terlihat arah calon Presiden baru Indonesia. Ya, masih calon. Karena pelantikannya masih nanti di bulan Oktober kan!? KPU saja belum merilis hasil akhirnya tuh. Sabar, yaaa.... Saat mengetahui arahan hasil Pemilu, saya membaca-baca lebih detil visi dan misi calon kandidat terpilih. Dan seperti saat memilih, saya fokus pada kepentingan pribadi saya.  Egois amat? Ya, kan, visi-misinya buanyak. Belum dikali tiga pasangan calon. Belum ditambah kalau mencari visi-misi para caleg. Makanya saya lebih mencari spesifik yang bersangkutan dengan saya pribadi saja dulu. Lagipula kalau yang global-global seperti pengentasan kemiskinan, peningkatan layanan kesehatan, memajukan pendidikan, swasembada pangan, ... gitu-gitu kayaknya semua kandidat sama saja. Ya nggak sih? Daaan ... yang saya sebut kepentingan pribadi adalah program-program yang berkaitan dengan diaspora. Dengan W...
Read more

Blogger Curcoler? Yes!

Image
Pagi tadi, buka Facebook, diingatkan posting 8 tahun lalu berupa video Butet membaca buku yang ditulisnya sendiri. Digambar, lebih tepatnya. Umurnya baru 4 taun 2 bulan. Belum bisa baca-tulis selain namanya sendiri. Tapi dari rekaman pembacaannya , ada cerita yang cukup terstruktur, meski belum secara bahasa. Terlihat dari judulnya saja dia masih belum bisa menentukan apakah Fée tombé (tapi tidak ada adegan si peri jatuh) atau Fait tomber (tanpa subjek dan objek?), yang memang sama secara pengucapan... Saya sendiri sudah lupa konteks mengapa Butet menyusun buku itu. Saya hanya ingat bahwa sebenarnya ini bukan "buku" pertama yang disusunnya. Tapi ini yang pertama dengan cerita dan tentu yang sempat terekam videonya... Terdengar dia sempat terbatuk di tengah rekaman. Sedang sakit kah?... Melihat suvenir-suvenir seperti ini, membuat saya menyesal kenapa tidak mencatatnya lebih detil... Padahal sebenarnya  saya sudah ngeblog sejak taun 2004. Saat itu anak sulung saya baru 3 tau...
Read more