Sandwich Salmon Asap dan Keju

Kemarin Butet sudah saya tanyai, mau diantar atau naik bus sendiri? Dia menjawab tegas, mau naik bus saja. Tapi ternyata dia terlambat bersiap pagi ini. Sandwichnya enak, katanya. Dia habiskan semua, tanpa meninggalkan seperempat potong seperti biasanya. Waktu sarapannya jadi lebih panjang...

Jadwal bus yang biasa dia ambil jam 7.24, Butet baru selesai menggosok gigi pukul 7.20. Belum pakai sepatu, belum memasukkan botol air ke dalam tas, belum pula mengenakan jaket. Jelas terlalu mepet. Memang halte dekat saja. Tapi itu pun harus mengandalkan keberuntungan bisa menyeberang pada waktunya, di tempat penyeberangan yang lampunya suka lama. Akhirnya saya mengantarnya bermobil. AlhamduliLlaah lancar...

Sejak kembali sekolah setelah libur tahun baru, Butet tak mau lagi sarapan sup ayam dengan nasi ala Indonesia. Bosan. Ingin ganti. Dia memilih sandwich isi salmon asap dan keju. Kalau bisa, kejunya chevre (keju dari susu kambing) atau mozzarella. Emmentale (keju dari susu sapi) juga boleh. Asal jangan cheddar saja. Tak ada rasanya, begitu argumennya!...

Kebetulan saya akhirnya membeli panggangan roti baru akhir tahun lalu. Mesin idaman sejak lama. Yang bisa digunakan untuk membuat roti bakar berisi, kue wafel, dan juga panini atau memanggang makanan lain. Setelah merasakan enaknya roti bakar, Butet mau sandwichnya dipanggang. Pagi-pagi makan sandwich hangat, enak juga...

Tapi sejak libur musim dingin kemarin, Butet berganti selera. Dia tak mau lagi sandwich-nya dipanggang. Saya sih senang-senang saja. Jadi berkurang pekerjaan. Karena untuk memanggang, saya harus memanaskan panggangan terlebih dulu, lalu --yang paling merepotkan-- harus mengolesi permukaan roti dengan mentega agar tak terbakar, terpanggang bagus, dan lezat hasilnya. Proses mengolesi mentega ni repot karena tak boleh lupa mengeluarkan mentega dari kulkas beberapa menit sebelumya. Kalau tidak, mentega terlalu keras dan susah dioleskan...

Seminggu yang lalu, suami yang bertugas belanja hanya menemukan emmental saja untuk kejunya. Dia tak berhasil menemukan mozzarella spesial sandwich, yang berbentuk lembaran tipis-tipis. Saat ke swalayan beberapa hari yang lalu, saya juga tak menemukannya. Memang swalayan kami kecil, tak bisa diandalkan untuk barang-barang yang agak spesifik. Kalau emmental atau cheddar lembaran, misalnya, itu dijamin selalu ada. Atau mozzarella yang bulat-bulat sekepalan tangan. Standar. Tapi jelas tidak praktis untuk membuat satu-dua sandwich saja sekali makan. Sulit menyimpan sisanya...

Tapi saya melihat ternyata ada banyak jenis keju lain dalam format lembaran. Entah memang produk baru, atau biasanya tak memperhatikan saja. Salah satunya chevre! Kebetulan sekali! Selama ini kami menggunakan keju chevre dalam bentuk tabung normal yang harus diiris-iris. Agak repot dan belepotan. Dan seperti mentega yang dingin, susah dioleskan...

Sempat ragu saat pertama kali membuat sandwich dengan keju ini. Karena ternyata bentuknya besar dan tebal. Keras. Sepertinya keju tua. Kami biasa makan keju chevre muda yang rapuh. Bahkan yang segar yang teksturnya seperti krim ekstra kental...

Ternyata Butet tetap suka. Biasanya, setangkup sandwich dengan lembaran roti tawar besar yang saya potong empat, dia sisakan seperempatnya. Hari ini, dia habiskan semua. Bagus lah. Sarapannya jadi cukup porsinya. Meski jadinya saya tak mendapatkan sisa, dan akhirnya sarapan teh manis saja... 😋


Comments

Popular posts from this blog

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi

Pindah or not Pindah