Hobi: Mendengarkan

Zaman masih anak-anak dulu, suka saling mengisi biodata di buku kenangan antar teman. Kalau ditanya apa hobi saya, jawabannya klasik; membaca. Kalau sekarang, mungkin ditambah menulis?

Tapi untuk Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan April 2022 yang bertema Aktivitas Favorit Mamah ini, rasanya tak asik kalau memberikan jawaban klasik. Bagaimana kalau saya ceritakan hobi yang lain: mendengarkan!?

Bukan Nguping

Mendengarkan di sini bukan nguping lho ya! Mendengarkan di sini adalah dalam artian mendengar dengan sungguh-sungguh dan penuh perhatian, apa yang dikatakan atau diceritakan orang lain kepada kita... 

Ya! Saya suka mendengarkan. Tak hanya suami dan anak-anak sebagai objeknya. Tak hanya keluarga dan teman dekat. Tak hanya teman jauh. Tapi bahkan orang yang tak kenal pun saya dengarkan...

Entah mengapa, orang seperti melihat bahwa saya suka mendengarkan. Beberapa kali --untuk tak mengatakan sering-- saya tahu-tahu disapa di jalanan. Dari sekedar halo apa kabar klasik, pembicaraan bisa berlanjut dengan cerita panjang-lebar. Tentang apa saja!...

Tiap hari, saya ada ritual mendengarkan Butet. Sepulangnya sekolah, kami biasa mengobrol panjang. Dengan porsi lebih banyak Butet yang bercerita, dan saya menanggapi sekali-kali. Bukti bahwa saya benar-benar mendengarkannya!...

Saya alokasikan waktu 1-1,5 jam. Bukan apa-apa. Dengan jadwal sekolah yang berakhir setengah 5, rata-rata dia baru sampai rumah menjelang setengah 6 sore. Sejam kemudian, artinya waktu saya musti mulai menyiakan makan malam, kan!? Bahkan kadang saya sengaja sempatkan masak dulu sebelum dia pulang agar bisa tenang mendengarkannya!...

Ritual ini tetap kami pelihara meski saat libur sekolah. Seperti saat ini. Kebetulan sekali pas dengan saat kami selesai sholat Asar. Jadilah kami mengobrol dari sesudah sholat, hingga saatnya saya harus menyiapkan buka puasa. Dan tentunya, makin mundur Maghrib, makin panjang obrolan kami...

Itu, jelas bukan hobi! Mendengarkan cerita keluarga dan teman adalah kewajiban dan sekaligus hak saya. Tentu saya berbahagia masih bisa menikmatinya. Tapi sekali lagi, itu bukan hobi!...

Kesenangan Waktu Senggang

Sesuai definisi, hobi ada dua poin penting: 1. kesenangan istimewa, dan 2. pada waktu senggang. Saya senang mendengarkan. Tapi kalau sedang tidak senggang, ya saya tidak melakukannya! Berbeda dengan alokasi waktu mendengarkan Butet, menelepon orang tua, atau saat teman ada masalah yang perlu diselesaikan. Senggang tak senggang, harus disempatkan!

Misalnya saat teman menelpon "hanya" untuk mengobrol dan saya sedang sibuk, saya tidak akan mengangkatnya dan menelepon balik saat saya sudah senggang. Atau saya akan memintanya menelepon di lain waktu...

Demikian juga dengan orang di jalan. Apalagi di daerah saya banyak orang tua, terutama nenek-nenek yang hidup sendiri. Mereka senang ke salon hanya untuk sekedar mencari teman bicara! Saat saya senggang, saya sempatkan mendengarkan mereka. Kalau tidak, ya saya minta maaf lalu meninggalkannya...

Mereka yang sudah mengenal saya memaklumi itu. Kebanyakan sesama ibu, sama-sama tahu bahwa kegiatan kami relatif tak terjadwal dan bisa berubah sewaktu-waktu. Dan selama ini, teman-teman baik selalu mengirim pesan sebelum menelepon: bisa nggak kita ngobrol sebentar? Meski sebentar itu akhirnya bisa sampai 2 jam!...

Jika ada yang menelepon saat saya senggang, saya rela meletakkan buku yang sedang saya baca dan klik pause pada drama yang sedang saya saksikan. Apalagi kalau cuma klik pause video materi MOOC. Gampang lah! 

Karena ya, saya suka mendengarkan!...

Ceritamu Berhenti di Aku

Dalam seminggu, pasti ada saja yang menelepon untuk mengobrol. Bercerita...

Suatu hari yang sibuk mendengarkan

Jangan salah! Tak semua orang datang hanya untuk menceritakan masalah-masalah dan hal-hal sedih saja! Banyak juga yang perlu meluapkan kegembiraan, kelegaan, kebanggaan, atau rencana-rencana menyenangkan ke depan. Dan saya tahu, ini adalah hal yang sensitif. Tidak mudah menimbang dosisnya. Pertunjukan kebahagiaan sering disalah artikan sebagai kesombongan. Lebih parah lagi, kadang menimbulkan iri hati yang sama sekali tak kita bayangkan...

Mungkin karena itu orang suka bercerita ke orang yang tak dikenalnya: mengurangi resiko ceritanya menyebar. Dan untuk orang-orang yang mengenal saya, mereka tahu saya tidak gaul. Jarang bertemu dengan sesama teman lain. Kalau pun ada waktu ketemuan, saling menceritakan kabar saja sudah memakan waktu. Tak sempat membicarakan orang lain lagi. Apalagi memang di banyak suasana, saya lebih sering memosisikan sebagai pendengar...

Tapi ini ada sisi negatifnya juga. Beberapa kali saya alpa memberitakan kabar yang seharusnya disebar ke kalangan pertemanan. Untung saja ada teman lain yang lebih sigap. Saya masih harus banyak belajar di bagian ini...  

Bukan Profesi

Melihat saking seringnya saya menerima telepon orang, Butet pernah menyarankan saya untuk kuliah lagi saja: psikologi! Biar saya bisa memasang tarif ke mereka yang ingin saya dengarkan. Mama bisa kaya, katanya! Hahaha... 


Yang ini dihentikan karena
harus setor tantangan MGN 😜


Atau teman lain yang menyarankan untuk mengambil sertifikasi auxilliaire de vie untuk bekerja menemani para manula. Tugasnya hanya menemani jalan-jalan dan berbincang saja. Karena soal bersih-bersih diri dan rumah, soal makannya, sudah ada petugas lain lagi. Lumayan kan, bisa mendapatkan uang saku tambahan!?...

Tapi tidak! Saya mendengarkan orang karena hobi. Dan saya ingin menjaganya sebagai hobi, dengan tetap mempertahankan dua poin tadi: senang-senang saja dan di waktu luang! Saya tak mau terikat jadwal dan tanggung jawab untuk mengerjakannya. Hobi, yang salah satu definisinya adalah bukan profesi!

Kontak Saya!

Kenapa saya senang mengambil waktu luang untuk mendengarkan? Karena saya juga senang, saat didengarkan! Apalagi saya yang jauh dari keluarga besar dan relatif tak dengan gampangnya bisa cerita ke kanan-kiri. Dan jelas, tak semua cerita layak diungkapkan ke sembarang orang juga...

Meskipun orang yang saya ajak bicara tidak memberikan solusi, didengarkan saja sudah cukup berarti. Saat bisa cerita, rasanya bisa meringankan. Menulis memang salah satu jalan. Tapi interaksi dengan orang lain, jelas beda efeknya...

Saya berharap, mereka yang saya dengarkan juga merasakan hal yang sama; berkurangnya beban di kepala dan di dada...

Pengin cerita tapi tak tau musti ke siapa? Telepon saya saja! 🤗


Comments

  1. Ahahahaha, Mba Alfi... 'Keahlian' (dan kemauannya) mendengarkan bisa dibayar lho ini.

    Jarang orang bisa (atau mau) menjadi pendengar, kebanyakan ingin didengar.
    Apalagi menjadi pendengar buat putra-putri, itu akan kebawa sampai kapanpun, ke depannya mereka pasti sudah nyaman, tidak ragu, dan tidak malas untuk menceritakan semua hal pada ibunya. Agenda krusial, menurut saya.

    Ahh Mba Alfi, salut saya. Ehehe. Kalau gitu, saya boleh telepon Mba Alfi ya kalau ga tahan pengen cerita sesuatu tetapi sifatnya rahasia. Ahahaha. :)

    Selamat berpuasa Mba :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Karena merasa senang didengar itulah jadi semangat untuk mendengarkan juga 😉
      Rahasia atau mau ngobrol saja, silakan telpon yaaa... 🤗
      Selamat puasa juga... 😘

      Delete
  2. asyiikkkk ... ada penutupnya nih: "Pengin cerita tapi tak tau musti ke siapa? Telepon saya saja!" kapan-kapan ah telepon teh Alfi ... unik ya teh hobi ini baru tahu juga ...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah, kl teh Dewi yang nelpon, kyknya bakal aku yg lebih banyak curhat deh!... 🤔 Hihihi... 😘

      Delete
  3. Teh Alfi, salut, jarang banget tahu ada orang yang hobby-nya mendengarkan, kebanyakan malah sebaliknya kan, hobby ngomong.

    Support Teh Alfi jadi psikolog hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah, jangan! Ntar jadi profesi, bukan hobi lagi!... 🤔
      Halah! Kayak masih mampu kembali ke bangku kuliah aja!... 😂

      Delete
  4. Mendengarkan... satu keahlian yang nggak dimiliki semua orang. Seringkali saat saya ingin bercerita, eh malah lawan bicara yang tiba-tiba 'menyerobot mike' dan saya sok sabar aja. Niat hati pengen didengarkan malah berbalik jadi mendengarkan. Mungkin sekali-sekali saya harus nelfon Teh Alfi yaa. 😁

    ReplyDelete
    Replies
    1. Siap sabar kl saya tetiba curcol ya teh... Eh?... 😁

      Delete
  5. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  6. Kagum aku ama teh Alfi yang hobi mendengarkan. Suka ada sih beberapa teman yang curhat, saya mendengarkan dengan baik. Tapi engga hobi...wkwkwk...
    Emang bener sih, buat orang yang cerita, didengarkan oleh orang lain tuh udah kayak obat jiwa aja. Seringnya engga butuh solusi...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul teh. Ngerasain sendiri kl dah cukup lega saat bisa ngeluarin uneg2 meskipun blm dapet solusi juga... 🤗

      Delete
  7. Tehhhh... Luar biasa
    Bahkan jaman sekarang jarang banget orang yang punya 'keahlian' kaya teh Alfi gini.

    Sebagai Introvert, saya jaraaaaaang bgt cerita ke orang lain, kalau mau cerita pun biasanya sy ngetes dulu, orgnya beneran mau dengerin apa ga, dan bisa kerasa aja kalau org ngedengerinnya ga tulus, hahahahaha.

    Selamat Teh Alfi, pasti banyak banget deh orang yang merasa terbantu dengan keberadaan teteh

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ada proses ngetes kesamaan visi juga kyknya teh. Yg dengerin kan pasti sedikit-banyak ngasih pendapat juga. Paling tidak buat menunjukkan kl dia bener2 dengerin kan!?
      Jadi kl ada yg dah sempat cerita panjang-lebar tapi ga balik lagi, aku sadar aja mungkin karena visi kami beda... Atau mungkin aku terlalu galak pas ngasih pendapatnya... Hahahaha... 😜

      Delete
  8. Jadi pengen telpon teh Alfi.. hihihi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sini sini!... Jangan pagi WIB aja! Belum bangun!... Hihihi... 😁🤗

      Delete
  9. udah dapat berapa pasien, Fi dari mamah-mamah MGN ihihihi... makasih ya Alfi selalu jadi pendengar yang membuat hati ini legaaa ketika ada hal-hal yang membuat kepala membara (peluk peluk peluk)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ma kasih juga dah sabar, ternyata aku lebih banyak curhatnya... Hehehehe... Peluk peluuuk... 🤗😘

      Delete
  10. sayang fi timezone kita beda, aku sering pengen curcol pas kamu lagi jam tidur hehehhe... Hebat ih tapi bisa mendengarkan orang berlama-lama padahal katanya ga tahan dengerin audiobook.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Perlu ada interaksi kyknya. Atau musti dengerin audiobook sambil ngomel sendiri ya?... 🤔😂

      Delete
  11. Jadi inget cerita terapis waktu saya terapi lutut... Meski pandemi lagi tinggi, banyak manula yang keukeuh tetep dateng terapi... Bukan ngejar terapinya, tapi karena kesepian dan butuh teman ngobrol...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Naituuu... Di sini juga sampe pemerintah menerapkan ada tarif 1 euro kl ke dokter yg semula gratis tis. Soalnya banyak yg sering2 ke dokter cuma cari teman ngobrol saja... 😶

      Delete
  12. Salut banget sama hobinya karena itu cukup susah. Mendengarkan tanpa tedeng aling-aling. Simply listening without replying. Keren Teh, sungguh membawa kebermanfaatan buat sesama

    ReplyDelete
    Replies
    1. AlhamduliLlaah... Aamiin... 😇
      Reply juga sih teh. Soalnya kl nggak ntar dikira ga bener2 dengerin!... Hihihi... 😁

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi

Pindah or not Pindah