Ramadan 2022 Hari 21

Hari resmi terakhir libur sekolah musim semi. Butet tak bisa tidur pagi lagi...

Saya pikir dia sudah tidur. Karena tak terdengar sama sekali sampai saya mulai memejamkan mata jam 7 pagi tadi. Biasanya saya tak nyenyak tidur. Suara sedikit saja bisa membangunkan saya. Tapi rupanya pagi ini saya lelap sekali...

Saat bangun menjelang jam 11, Butet langsung menghampiri saya. Segar-bugar. Katanya, dia datang berkali-kali ke ruang tamu. Mondar-mandir. Tapi saya tak terbangun!...

Sepertinya memang saya sempat mendengar suara langkahnya. Tapi dengan cepat saya kembali terlelap. Jangankan untuk bangkit dan pindah tidur ke kamar. Untuk sekedar menyapa saja sepertinya tak ada tenaga...

Subuh memang makin cepat saja. Pagi tadi, 4.25 sudah azan. Padahal Butet susah berganti ritme. Dia masih saja tak bisa tidur sebelum tengah malam. Tentu saja dia mengajak saya ikut berjaga. Meski akhirnya saya biarkan dia menari tengah malam sendiri. Saya sudah mengantuk sekali...

Bagaimana tidak? Bangunnya saja jam 2 siang. Jelas sore tak mengantuk! Apalagi kalau seperti hari ini yang tidur siang, bangun untuk Asar, lalu tidur lagi sampai Maghrib! Dan malam ini ada Mask Singer. Plus papanya yang datang jam 11 malam. Lengkap alasannya untuk tidur malamnya lebih lambat lagi!... 

Lingkaran setan, memang ya!?...

Rencana kami untuk keluar belanja pun buyar. Paling besok saya yang beli obat-obatan dari apotik dan Minggu nitip papanya untuk membeli perlengkapan yang kurang untuk study tour-nya dari swalayan. Itupun kalau tak hujan. Karena besok diramalkan hujan deras berpetir. Vigilance jaune. Kalau hujan ya masih ada Senin yang diramalkan cerah ceria...

Malam ini kami berbuka dengan Ayam Panir. Dimakan dengan girasoli ricotta-bayam. Sayang kami tak punya parmesan atau mozzarella sebagai taburan. Tapi sudah enak. Untung saya masak dua bungkus girasoli yang masing-masing bungkusnya sebenarnya untuk 2 porsi. Karena ternyata hanya tersia sedikit saja untuk makan berdua...

Hari ini tak menulis banyak di sini. Meski sudah lebih dari kuota 300 kata, setorannya saya gabung dengan ulasan buku La Barka-nya NH Dini. Biar terlihat bahwa saya sudah menulis lebih banyak lagi...


Comments

Popular posts from this blog

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi

Pindah or not Pindah